Langsung ke konten utama

Pentransferan Pahala Untuk Mayit Menurut Perspektif Ulama' Wahabi

Mengenai ada atau tidaknya legalitas syar'i tentang amalan pengiriman pahala, entah melalui bacaan Al-Qur'an atau ibadah-ibadah lainnya untuk seorang mayit, kini menjadi permasalahan yang sangat krusial.

Melalui kajian-kajian yang di balut dengan embel-embel "sunnah", para anak-anak muda yang menamai kelompoknya sebagai "salafi" melakukan pergerakan masif dalam mengklaim ketidak adanya legalitas syar'i terhadap amalan tersebut. Tuduhan-tuduhan bid'ah pun semakin kencang mereka hembuskan kepada para pengamalnya.

Sulit terbendungnya masalah semacam ini, sebenarnya bukan dikarenakan tidak adanya upaya dari para pegiat Ahlu Sunnah Wal Jama'ah. Sifat keras kepala yang menjadi karakter kuat dalam doktrin kelompok tersebutlah yang menjadi faktor utama atas sulitnya membendung pergerakan mereka. Salah satunya ialah keberpura-puraan mereka dalam menerima fakta tentang pelegalitasan amalan pahala untuk seorang mayit yang telah jelas di aklamasikan oleh para Ulama' rujukan mereka sendiri.

Ibnu Taimiyah, seorang Ulama' yang selalu dielu-elukan dalam setiap kajian mereka, jauh-jauh hari telah menyampaikan sikapnya dalam menanggapi permasalahan amalan pengiriman pahala untuk mayit. Melalui kitabnya yang berjudul Majmu' Fatawa, jilid 24, halaman 366, beliau menulis :

وأما قراءة القرآن والصدقة وغيرها من أعمال البر فلا نزاع بين علماء السنة والجماعة في وصول ثواب العبادات المالية كالصدقة والعتق كما يصل إليه الدعاء والاستغفار والصلاة عليه صلاة الجنازة والدعاء عند قبره، وتنازعوا في وصول الأعمال البدنية كالصوم والصلاة والقراءة، والصواب أن الجميع يصل إلى الميت وهذا مذهب أحمد وأبي حنيفة وطائفة من أصحاب مالك والشافعي، وهو ينتفع بكل ما يصل إليه من كل مسلم سواء كان من أقاربه أو غيرهم انتهى.
"Adapun membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan kebaikan-kebaikan lainnya (untuk mayit), tidak ada pertentangan diantara Ahlu Sunnah Wal Jama'ah..... Para Ulama' hanya berbeda pendapat tentang sampai atau tidak sampainya pahala (bukan boleh atau tidaknya). Adapun amalan-amalan yang bersifat fisik seperti, puasa, shalat dan membaca Al-Qur’an untuk mayit ialah bahwa pendapat yang benar telah menyatakan atas sampainya pahala tersebut. Hal ini di sampaikan oleh Madzhab Ahmad, Abu Hanifah, dan sebagian dari Madzhab Maliki dan Syafi'i."

Kemudian di halaman berikutnya, tepatnya pada halaman 306, beliau mengatakan bahwa tidak ada ayat maupun hadits yang menyebutkan tidak adanya manfaat do'a seseorang untuk mayit.

Lebih tegas lagi, dalam Al-Masa'il Wa Al-Ajwibah, jilid 1, halaman 132, Ibnu Taimiyah menampar keras para anak-anak muda tersebut :

وَمَنِ احْتَجَّ عَلَى ذَلِكَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى فَحُجَّتُهُ دَاحِضَةٌ (اَيْ بَاطِلَةٌ) فَإِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ بِالنَّصِّ وَاْلإِجْمَاعِ أَنَّهُ يَنْتَفِعُ بِالدُّعَاءِ لَهُ وَاْلاِسْتِغْفَارِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
"Orang yang berhujjah atas tidak sampainya pahala kepada orang yang telah wafat hanya dengan menggunakan firman Allah, "Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (Al-Najm, ayat 38-39), maka hujjah mereka bathil. Sebab telah dijelaskan dalam nash Al-Qur'an, Hadist dan Ijma Ulama' bahwa mayit menerima manfaat do'a yang dikirimkan kepadanya...."

Bahkan, apa yang di sampaikan oleh Ibnu Taimiyah ini sejalan dengan Muhammad Abdul Wahab sang pelopor kelompok "salafi" itu sendiri. Hal ini tertuang dalam kitab Ahlam Tamanni Al-Maut, halaman 75 :

وأخرج سعد الزنجاني عن ابي هريرة مرفوعا: من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب, وقل هو الله أحد, وألهاكم التكاثر, ثم قال: إني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات, كانوا شفعاء له ألى الله تعالى. وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسند عن أنس مرفوعا: من دخل المقابر, فقرأ سورة يس, خفف الله عنه وكان له بعدد من فيها حسنات.
"Sa’ad Al-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra. secara marfu’, "Barang siapa mendatangi kuburan lalu membaca surat Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan Al-Hakumuttakatsur, kemudian mengatakan:
"Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an ini bagi orang-orang beriman yang ada di kuburan ini", maka mereka akan menjadi penolong para Ahli kubur".
Abdul Aziz (murid dari Imam Khollal) juga telah meriwayatkan hadist dari Anas bin Malik ra. secara marfu':
"Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca surat Yasin, maka Allah akan meringankan siksa Ahli kubur. Dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu".

Dan terakhir, untuk semakin menguatkan, dalam kitab Ar-Ruh, Jilid 1, Halaman 142, Ibnu Qayyim yang termasuk murid Ibnu Taimiyah turut vokal dalam hal ini :

وَبِالْجُمْلَةِ فَأَفْضَلُ مَا يُهْدَى إِلَى الْمَيِّتِ الْعِتْقُ وَالصَّدَقَةُ وَاْلاِسْتِغْفَارُ لَهُ وَالدُّعَاءُ لَهُ وَالْحَجُّ عَنْهُ وَأَمَّا قِرَاءَةُ اْلقُرْآنِ وَإِهْدَاؤُهَا لَهُ تَطَوُّعًا بِغَيْرِ أُجْرَةٍ فَهَذَا يَصِلُ إِلَيْهِ كَمَا يَصِلُ ثَوَابُ الصَّوْمِ وَالْحَجِّ
"Secara umum, sesuatu yang paling utama dihadiahkan kepada mayit adalah sedekah, istighfar, berdoa untuk orang yang meninggal, dan berhaji atas namanya. Adapun membaca Al-Qur'an dan menghadiahkan pahala untuk mayit dengan suka rela tanpa imbalan, maka hal itu akan sampai kepadanya sebagaimana pahala puasa dan haji yang juga sampai kepada seorang mayit."

Sampai di sini, cukup kiranya kita untuk meyakini bahwa mereka, para anak-anak muda yang kerap kali di seru dengan panggilan Ustadz Sunnah sejatinya tidak pernah mau menerima kebenaran, yang sekalipun bersumber dari Ulama' mereka sendiri. (Rois Faisal .R)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p