Langsung ke konten utama

Mengenang Almarhum KH Mahfudz Ridwan


Oleh Aguk Irawan Mn

Sepertinya belum kering betul pusara almarhum KH Mahmad Baidhawi (Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Quran) yang meninggal 22 Mei 2017 pukul 05.30 WIB itu. Kini, keluarga besar Nahdlatul Ulama kembali berduka. Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang KH Mahfudz Ridwan meninggal dunia, Ahad 28 Mei 2017 pukul 14.45. Keduanya, selain sangat dihormati masyarakat, juga terpaut ikatan batin yang kuat dengan almarhum Gus Dur.

Almarhum KH Mahmad Baidhawi sama seperti Gus Dur; salah satu cucu KH. Hasyim Asy’ari, sementara almarhum KH Mahfudz Ridwan adalah karib sejak kuliah di Baghadad dan sahabat setia Gus Dur. Keduanya punya cerita yang selalu enak didengar. Ketika saya hendak menulis biografi Gus Dur dan kisah asmaranya dengan Nyai Sinta. Pernah saya bertanya kepada Gus Mus kepada siapa kira-kira saya mendapatkan saksi, kisah-kasih itu, tak ragu, beliau langsung menunjuk pada almarhum KH Mahfudz Ridwan.

Itulah awal mula saya berkenalan dan berjumpa dengan almarhum. Kesan pertama, beliau orang yang sangat teduh dan respek pada anak NU yang bergiat pada literasi. Disela obrolan "memorial" yang segar, tentang kenangan bagaimana Gus Dur dilanda asmara berat pada Nyai Sinta yang jauh disana, dengan surat-menyurat, hingga cerita malam pertama yang saling berjauhan, antara Baghdad-Jombang, beliau masih menyelipkan wejangan kasih yang bisa langsung menembus ruang batin saya. "Hargai manusia sebagai manusia, apapun keyakinanya. Jika, misalnya ada 99 perbedaan dan masih ditemukan 1 kesamaan, maka jadikan 1 kesamaan itu alasan untuk mengasihi."

Lebih dari itu, mengenang almarhum KH Mahfudz Ridwan, itu juga mengenang "Tragedi Kedong Ombo"; seonggok sejarah Indonesia dalam miniatur yang padat, juga berwarna-warni. Saat itu, almarhum bersama Romo Mangun tampil paling depan untuk melawan kekuasaan yang sewenang-wenang atas hak-hak masyarakat korban penggenangan waduk Kedung Ombo yang terabaikan dan tak terpenuhi. Bertahun-tahun almarhum menemani masayarakat yang terintimidasi dan kena "teror" karena tak mau menerima ganti rugi yang tak sepadan, sehingga mereka dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Begitulah almarhum KH Mahfudz Ridwan terlahir, darah almarhum mengalir darah pejuang ala ulama-ulama pesantren masa lalu, yang anti kolonisasi apapun bentuknya! Tetapi "nasibnya," seperti mereka, elemen yang penting itu, sering tak diingat oleh sejarah, padahal selain pelaku, juga saksi penting dari riwayat Indonesia— dalam hal ini Indonesia sebagai sebuah perjalanan kebangsaan. Selamat jalan kiai, semoga Allah menempatkan engkau yang terbaik disisi-Nya. Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...