Langsung ke konten utama

Pesan Rasulullah Kepada Sahabat Abdullah Ibn 'Abbas

Anak Kecil ini dido'akan Nabi menjadi Ulamanya Umat ini.

“Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?” tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang remaja cilik. “Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah maka engkau akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu.”

Remaja cilik itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan konsentrasi pada setiap kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu. “Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila engkau meminta, mintalah pada-Nya. Jika engkau butuh pertolongan, memohonlah pada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis.”

Remaja cilik yang beruntung itu bernama Abdullah. Ayahnya bernama Abbas, pamannya Rasul sendiri. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil. Dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak pepatah sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran aqidah, ilmu, dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.

Suatu hari beliau ditanya oleh seorang sahabat, "Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"

“Dengan lidah yang gemar bertanya, dan dengan akal yang suka berpikir,” demikian jawabnya.

Allahu Akbar 😭

Beliau baru berusia 3 tahun saat Rasulullah dan para sahabat Hijrah ke Madinah, dan berusia 13 tahun saat Rasulullah wafat. Tapi keilmuan beliau amat mumpuni, boleh jadi karena sejak kecil sudah dido'akan Nabi; Suatu ketika Sang Nabi menariknya mendekat, menepuk-nepuk bahunya, mendekatkan lutut bertemu lutut, menarik dadanya merapat dan berdoa untuknya, "Ya Allah, berilah ia ilmu agama yang mendalam, ajarkanlah kepadanya ta'wil (yakni, ilmu tentang tafsir Al Qur’an) ." (Allahumma, faqqihu fiddiin, wa 'allimu fit ta'wiil). Doa ini diulangi beberapa kali oleh Sang Nabi ketika beliau bertemu Ibnu Abbas, sehingga ia benar-benar menjadi orang yang sangat mendalam ilmu agamanya dan menjadi ahli tafsir Al Qur'an.

Usianya masih muda, tapi Amirul Mukminin, Khalifah Umar ibn Khatab, menyebutnya sebagai "anak muda yang tua", yakni muda usianya dan tua ilmunya. Hassan bin Tsabit, yang digelari sebagai ‘Penyair dan Pembela Rasulullah’, pernah berkata kepada para sahabat lain, "Demi Allah! Sesungguhnya ia (Ibnu Abbas RA) adalah yang paling utama di antara kalian, karena ia adalah sisa kenabian dan pewaris Nabi Muhammad SAW. Kesamaan ras dan kemiripan wataknya memberi petunjuk kepadanya."

Di saat hidupnya beliau pernah berwasiat agar setelah wafat nanti dimakamkan di Thâif. Baginya, bumi Mekah terlalu mulia untuk dirinya yang penuh dosa; Allaaaaaaah😭

Beliau benar-benar menghabiskan usia tuanya di kota Thâif. Alasannya adalah sikap hati-hati (wara') dan rasa takutnya (khauf) kepada Allah. Dalam pemikiran Ibnu Abbas, orang-orang yang baru tersirat dan berniat saja untuk berbuat keburukan dan berada di Tanah Haram (Makkah dan Madinah), ia sudah jatuh dalam keburukan dan berdosa, bahkan bisa jadi dosanya sudah berganda sesuatu tingkat kekuatan niatnya. Padahal kalau di tanah halal, yakni diluar Makkah dan Madinah, niat saja belum jatuh dalam keburukan dan berdosa, jika ia belum merealisasikan niatnya tersebut. Bahkan bisa jadi ia memperoleh pahala jika ia membatalkan niatnya tersebut. Betapa tawadhu'-nya pribadi sang murid langsung Sang Nabi ini. 😭

Di usianya yang ke 71 tahun, Allah memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. “Hari ini telah wafat ulama umat ini," kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.

------ Malam aku shalat Isya di Masjid Abdullah ibnu Abbas dan menyempatkan diri berziarah ke maqbarah beliau yang mulia yang terletak di seberang Masjid. Seraya berdo'a semoga anak-anakku dikaruniai futuh secerdas dan sebijak beliau dalam luasnya pengetahuan dan indahnya akhlaq.

Oleh : KH. Nurul Huda Haem

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p