Langsung ke konten utama

Kisah Nabi Minta Suaka kepada Raja Nonmuslim

Ketika amarah kafir Quraisy tak terbendung lagi, Nabi Muhammad SAW meminta sebagian sahabatnya untuk hijrah ke negeri Habasyah. Ini adalah negeri aman dan damai, meskipun dipimpin oleh Raja nonmuslim. Nabi meminta sahabat hijrah lantaran beliau tidak sanggup melihat siksaan dan ancaman yang dilancarkan orang kafir Mekah. Terlebih lagi, paman beliau Abu Thalib tampaknya tidak mampu menahan kemarahan kaumnya itu.

Rasul berkata kepada sahabatnya:

لو خرجتم إلى أرض الحبشة، فإن بها ملكا لا يظلم أحد وهي أرض صدق حتى يجعل الله لكم فرجا مما أنتم فيه

"Kalau kalian pergi ke Habasyah, di sana ada seorang raja yang tidak zalim. Habasyah negeri yang tepat, sampai Allah SWT memberikan jalan keluar bagi kalian dari kondisi yang kalian hadapi saat ini.” (Al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu Katsir)

Berdasarkan catatan Ibnu Katsir dalam Bidayah wa al-Nihayah, Utsman bin ‘Affan dan istrinya Ruqayyah termasuk orang yang pertama hijrah ke Habasyah. Berikutnya disusul oleh Rombongan Ja’far bin Abu Thalib dan beberapa sahabat lainnya. Sesampai di sana para sahabat merasa nyaman. Tidak ada yang menganggu ketenagan mereka.

Akhirnya kepergian mereka ke Habasyah tercium oleh Kafir Mekah. Mereka pun mengutus ‘Amr bin ‘Ash dan ‘Umarah bin Walid untuk menemui Raja Najasyi. Mereka membawa hadiah dan meminta Raja Najasyi mengusir kaum muslimin dari negeri tersebut.

Sesampai di Habasyah, kedua orang utusan ini langsung menemui Sang Raja dan bersujud kepadanya. Mereka berucap:

“Sesungguhnya sekelompok orang dari negeri kami menetap di daerahmu. Mereka tidak menyukai kami dan agama kami.”

“Di mana mereka sekarang?"

“Di negeri tuan” Jawab keduanya

“Kalau begitu, bawalah mereka menghadap pada saya” Pinta Raja Najasyi.

Pengawal kerajaan pun mencari para sahabat dan meminta mereka menghadap Sang Raja. Mendengar undangan tersebut, Ja’far bin Abi Thalib berkata kepada para sahabat, “Serahkan kepada saya, biar saya yang menjadi juru bicara kalian.” Sahabat lain pun menyetujuinya.

Setiba di istana, Ja’far mengucapkan salam dan tidak sujud kepada Raja, sebagaimana yang dilakukan utusan kafir Mekah. Orang-orang kerajaan pun, begitu juga dua utusan tadi, berseteru:

“Mengapa kalian tidak sujud.”

“Sesungguhnya Kami tidak sujud kecuali kepada Allah SWT,” Jawab Ja’far mantap.

“Maksudnya?"

“Sesungguhnya Allah mengutus seorang Rasul kepada kami. Rasul tersebut memerintahkan kepada kami untuk tidak sujud melainkan hanya kepada Allah dan memerintahkan kepada kami untuk shalat dan membayar zakat.”

“Wahai Raja, mereka berbeda dengan anda terkait ‘Isa bin Maryam” Ungkap ‘Amr bin ‘Ash.

“Apa yang kalian tahu tentang ‘Isa dan ibunya,” tanya Raja penasaran.

“Baiklah, kami mengatakan sebagaimana dikatakan Allah SWT, ‘Isa adalah manusia (yang diciptakan Allah dengan) kalimat dan ruh dari Allah yang dititipkan kepada Maryam, seorang gadis perawan yang tidak disentuh oleh lelaki manapun”

Mendegar jawaban Ja’far ini, Raja Najasyi mengangkat tangkai kayu dan beseru, “Wahai orang-orang Habasyah! Wahai para pendeta! Demi Allah, mereka tidak menambahkan sedikitpun tentang Nabi ‘Isa walau sepanjang tangkai kayu ini.”

“Selamat untukmu dan orang-orang yang datang bersamamu. Saya bersaksi bahwa dia (Muhammad) adalah utusan Allah. Ia adalah rasul yang dikisahkan dalam Injil dan dikhabarkan oleh Nabi ‘Isa. Tinggallah kalian di sini sampai kapanpun. Andaikan saya bukan seorang raja, saya akan datang menemuinya dan membawa kedua sandalnya,” ucap Raja.

Beliaupun akhirnya, menolak hadiah yang dibawa utusan kafir Quraisy.

Semasa hidupnya, Raja Najasyi belum pernah bertemu Nabi Muhammad SAW. Pada saat beliau meninggal, Nabi memohon ampun untuknya dan meminta kaum muslimin untuk melaksanakan shalat ghaib. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...