Langsung ke konten utama

Daftar Tingkaran Gerlar Ulama Ahli Hadist



Berikut tingkatan dan gelar ulama hadits :
1. Al Hafidh (Al Hafidz) 
Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal hadits lebih
dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya,
di zaman dahulu ada banyak ulama yang mencapai derajat ini,
namun dijaman sekarang sudah sangat langka.
2. Al Hujjatul Islam 
Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal lebih
dari 300.000 hadits beserta sanad dan matannya,
ulama-ulama yang sudah mencapai derajat ini diantaranya
Imam Ghazali Rahimahullah,
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah,
Imam Nawawi Rahimahullah, dan masih banyak lagi.
Namun dizaman sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi ulama yang mampu mencapai derajat ini.
3. Al Hakim 
Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal lebih
dari 400.000 hadits beserta sanad dan matannya.
4. Al Huffadhudduniya (Al Huffadh) 
Adalah gelar untuk ulama yang mampu menghapal lebih dari 1.000.000 (satu juta) hadits beserta sanad dan matannya.
Ulama yang mencapai derajat ini adalah
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah, murid dari Imam Syafii Rahimahullah.

******************************************
Itulah gelar-gelar bagi ulama hadits sesuai dengan jumlah hadits yang di hapalnya. Dari sini kita menjadi kagum, betapa jenius dan briliannya para ahli hadits ini dan betapa luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw.
Perlu diketahui, yang dimaksud hapal hadits disini bukanlah hanya hapal matannya saja (Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda  bukan dari situ, namun juga harus mampu hapal dengan nama-nama perawi di rantai sanadnya (dari fulan yang mengabarkan dari fulan, dari fulan, dari fulan, dst sampai kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam), juga hapal tahun lahir perawinya, keadaan hidupnya, asalnya dsb.
Sedangkan satu hadits yang pendek saja, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai gelar-gelar para ahli hadits.
Tentang Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh.
Beliau adalah salah satu ulama yang mampu mencapai derajat
Al Hafidh di abad ini.
Beliau hapal 100.000 hadits lebih beserta hukum-hukum sanad
dan matannya secara keseluruhan.

Untuk mencapai derajat Al hafidh di abad 21 ini bukanlah perkara gampang. Dimana jumlah hadits diatas muka bumi yang bertebaran di kitab-kitab jika di kumpulkan tidak mencapai 100.000 hadits!.
Artinya jika kita berusaha mengumpulkan seluruh buku hadits yang ada sekarang, jumlah keseluruhan haditsnya tak akan mencapai 100 ribu hadits.
Kita lihat, misalnya,
Kitab Shahih Bukhari haditsnya berakhir di nomor 7.124
(jika ada pendapat lain pun jumlahnya tidak akan jauh dari angka tsb), Kitab Shahih Muslim berakhir di hadits no 3.033 (sebagian pendapat mengatakan sekitar 5000an),
Sunan Abu Daud memuat sekitar 5.000an hadits,
Sunan Tirmidzi memuat sekitar 4000an hadits,
Sunan An Nasa’i memuat sekitar 5000an hadits,
Sunan Ibnu Majah sekitar 4.300an hadits,
Shahih Ibnu Hibban sekitar 3.000an hadits,
Al Muwatha’ Imam Malik sekitar 1.600an hadits,
Musnad Ahmad bin Hanbal sekitar 27.000an hadits,
mungkin masih terdapat puluhan kitab hadits lainnya,
namun jika di kumpulkan semua, Insya Allah tidak mencapai 100.000 ribu hadits,
Siapa pula yang mampu di zaman itu menulis semua hadits?.
Jadi bagaimana caranya seseorang bisa menghapal
sebanyak 100.000 hadits di zaman ini?
sedangkan jumlah semua hadits di kitab-kitab tidak sampai 100.000 hadits?. Selain menghapal semua hadits yang sudah tertulis di kitab, tentu saja harus diteruskan untuk menghapal hadits yang belum dibukukan,
cara ini hanya bisa di dapatkan dengan jalan berguru kepada ulama hadits yang menyimpan hadits yang mungkin didapatkan dari guru-gurunya, gurunya dapat dari guru dari gurunya,
dst hingga kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam
namun mungkin hadits tersebut belum pernah dibukukan.
Demikianlah Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh, Beliau mampu mencapai derajat Al Hafidh di zaman ini. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir disemua gerak-gerik dan penampilan beliau berdasarkan sunnah dan ada landasan haditsnya. Mulai dari cara berpakaian, cara duduk, cara berjalan, cara makan, cara tidur, cara minum, cara berbicara, sampai kepada kegiatan sehari-hari beliau hampir sama dengan cara Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam.
Jadi jika kita misalnya suatu kali melihat cara duduk beliau dengan gaya A, lalu kita cari-cari dihadits apakah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pernah duduk dengan gaya semacam itu?
Pasti kita akan menemukannya, ternyata ada, dan memang
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pernah melakukan
duduk dengan gaya seperti itu.
Selain digelari Al Hafidh, beliau juga memiliki gelar Al Musnid,
Beliau digelari Al Musnid, didasarkan karena setiap menyebut hadits, beliau mampu ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Nabi Shallallahu `alaihi Wa Sallam atau kutubusshahih diluar kepala tanpa melihat catatan apapun.

Maka tidak berlebihan jika di bilang beliau adalah kitab hadits yang berjalan, karena hampir dari semua gerakan dan kegiatan yang beliau lakukan selalu berdasarkan sunnah, ada landasannya.
Meski begitu beliau adalah ulama yang sangat tawadhu.
Beliau sangat malu jika gelar Al hafidh beliau disebut.

(fp:Dakwah Islamiyah/arifan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...