Langsung ke konten utama

Mbah Marzuqi Giriloyo, Sufi Yang Mentalqin Orang Lain Saat Saktarul Maut


MBAH MARZUQI GIRILOYO, SUFI PEMBERDAYA MASYARAKAT
Oleh: Muhammad Kanzul Firdaus

Syaikhina KH. Maimoen Zubair pernah bercerita, dulu beliau sering diajak KH. Ali Ma'shum Krapyak untuk sowan ke ndalem KH. Ahmad Marzuqi Romli di dusun Giriloyo Imogiri Bantul Jogjakarta. Siapa Mbah Marzuqi Giriloyo? Beliau seorang kyai, mursyid Thoriqoh Syathoriyah, yang juga penyebar Islam di daerah Gunung Kidul Jogjakarta. Kini, tiap haul Mbah Marzuqi, maka daerah Gunung Kidul akan "sunyi sepi", karena masyarakatnya berduyun-duyun turun gunung untuk menghadiri Haul Mbah Marzuqi di PP. Ar Romli Giriloyo Imogiri Bantul Jogjakarta.

Mbah Marzuqi adalah seorang mursyid Thoriqoh yang tegas menjalankan syariat. Beliau banyak membangun masjid di daerah yang beliau kunjungi. Semua biaya pembangunan masjid beliau tanggung secara mandiri. Memang, beliau seorang sufi yang kaya raya. Bahkan, beliau pernah berhaji bersama keluarga besarnya yang berjumlah belasan orang, dengan menanggung seluruh biayanya.

Sebuah contoh ketegasan Mbah Marzuqi dalam menjalankan syariat, beliau termasuk seorang kyai yang menolak program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah. Banyak cerita tentang ketegasan beliau menolak KB, yang tidak dapat kami tuliskan secara keseluruhan di sini. Prinsip beliau yang utama dalam hal tersebut adalah membahagiakan Rasulullah SAW dengan memperbayak ummat beliau. Selain itu, yang selalu akan kita dapati dari masjid-masjid peninggalan Mbah Marzuqi, adalah, terpisahnya masjid dengan toilet atau kamar mandi. Masjid peninggalan Mbah Marzuqi selalu berjarak sekian meter dari bangunan toiletnya.

Mbah Marzuqi juga seorang sufi yang sangat peduli dengan pemberdayaan masyarakat. Beliau banyak mewariskan ilmu pengobatan herbal alternatif, yang hingga kini masih dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat Giriloyo, berupa gurah dan bekam. Kini, desa Giriloyo di lereng bukit pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri memang dikenal sebagai desa wisata yang menyuguhkan banyak keunggulan, seperti pengobatan herbal, kesenian tradisional Islam, wisata alam,dan batik tulis khas Jogjakarta. Mbah Marzuqi juga memiliki banyak hewan piaraan berupa sapi dan kambing yang secara sukarela beliau titipkan ke masyarakat sekitar sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat.

Mbah Marzuqi wafat di usia 90 pada tahun 1991 silam. Ada yang mengesankan dari kisah wafatnya beliau. Pada hari wafatnya, beliau yang terbaring sakit mengumpulkan seluruh anggota keluarganya beserta masyarakat sekitar. Saat semua telah berkumpul, beliau mentalqin para hadirin (mengucapkan kalimat tahlil Laa ilaaha illallah) sebanyak 24 kali. Saat hitungan ke 24 itulah beliau berhenti dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Innaa Lillaahi wa Innaa ilaihi roji'un. Semoga kita termasuk dalam golongan pecinta para Auliya' dan Sholihin. Lahul faatihah.

(santrijagad/arifan) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...