Langsung ke konten utama

Benarkah Tuduhan Bahwa NU Menghalalkan Zina di Tempat Pelacuran?

Santrionline.net~ Dibeberapa media dan jejaring sosial tersebar pernyataan-pernyataan yang mengatakan bahwa NU (Nahdlatul Ulama) menghalalkan perzinahan ditempat pelacuran (lokalisasi). NU dikatakan mendukung hal-hal yang haram berupa praktek zina.

Pernyataan yang dilontarkan pada NU tersebut bermula dari tulisan hasil Bahtsul Masa-il LKNU (Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama) yang dipublikasikan dalam Situs Resmi NU Online pada 27 Januari 2014. (Baca : NU Online : Dasar Hukum yang Membolehkan Lokalisasi atau di MMN di Dasar Hukum Kebolehan Lokalisasi).
Pada publikasi dalam Situs Resmi NU Online, terdapat beberapa poin yang penting untuk digaris bawahi, diantaranya adalah :

-Lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.

-Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi.

-Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.

Jauh sebelumnya, hasil Bahtsul Masail LKNU tentang Penanggulangan HIV-AIDS tersebut sudah dipublikasikan secara online oleh beberapa situs, diantaranya LKNU Lampung (www.lknulampung.org) dengan arsip yang lebih lengkap.

Banyak hal yang dibahas berkaitan dengan HIV/AIDS dalam rumusan Bahtsul Masail tersebut. Diantaranya terkait siapa yang berkewajiban menghilangkan penyakit HIV, posisi Jam’iyyah NU dan Negara dalam konteks HIV/AIDS, hukum penggunaan dan sosialisasi kondom untuk pencegahan HIV&AIDS, pandangan NU terhadap hak-hak Odha, pandangan NU terhadap lokalisasi sebagai sarana untuk meminimalisir penularan HIV dan inveksi menular seks lainnya di masyarakat, dan lain sebagainya.

Dalam rumusan Bahtsul Masail tersebut, secara jelas dan terang bederang menyatakan bahwa  lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah, dalam hal ini adalah penguasa, yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya atau membolehkannya.

Terkait kebenaran dan maksud dari hasil Bahtsul Masail tersebut. MMN mendapatkan konfirmasi melalui salah satu pengurus PCNU Surabaya. Bahwa telah dilakukan konfirmasi kepada KH Ramadlan Khatib dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang juga anggota Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU.

KH Ramadlan Khatib mengatakan bahwa para pengidab AIDS boleh dilokalisasikan untuk deteksi dan pencegahan penularan, bukan lokasisasi untuk pekerja seks komersial (WTS).

"Tidak benar. Yang saya ikuti hasilnya adalah PARA PENGIDAP AIDS BOLEH DILOKALISASIKAN UNTUK DETEKSI DAN PENCEGAHAN PENULARAN, BUKAN LOKALISASI UNTUK WTS", demikian SMS yang dikirim kepada salah satu pengurus NU Surabaya (8/2/2014) yang diperoleh oleh MMN.

(Muslimedianews/Aw)

Komentar

  1. ini harusnya mereka baca... tp syang.. otak mreka sudah tercuci duluan..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...