"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan..." (QS. Maryam: 33)
Oleh: Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri
"Kami lebih layak atas Musa daripada mereka"
Kalimat ini merupakan ucapan Nabi Muhammad SAW. ketika beliau diberitahu bahwa orang-orang Yahudi di Madinah bersuka cita melakukan puasa pada hari Asyura' dalam rangka merayakan selamatnya Nabi Musa AS. dari Fira'un dan tentaranya, yang di sisi lain, saat berada di Mekah sebelum hijrah, Nabi pun berpuasa pada hari tersebut.
Saat itu Nabi sama sekali tidak menanyakan tentang keselarasan antara kegiatan Yahudi tersebut dengan penanggalan Arabnya (Hijriyah), sebab penanggalan Ibrani (kalender Yahudi) berbeda dengan penanggalan Arab. Juga Nabi tidak lantas berkata,
"Bagaimana kita bisa memastikan akan keaslian tanggal kapan selamatnya Nabi Musa AS.? Orang-orang Yahudi jelas telah merubah kitab-kitab mereka sehingga kita tidak bisa mempercayai mereka begitu saja untuk memastikan kebenaran tanggal selamatnya Nabi Musa AS."
Kenapa tidak demikian? Sebab tidak penting untuk menyoalkan masalah tersebut dengan kapan secara tepatnya kejadian selamatnya Nabi Musa AS., namun yang lebih penting ialah esensinya; sebuah momen untuk mensyukuri anugerah dari Allah dan mencintai orang-orang Shalih. Dan bahwa sebuah acara keagamaan yang hanya bertujuan dalam rangka mensyukuri nikmat Tuhan atas hamba-hambanya yang Shalih seperti ini telah mendapat legalitas di mata Islam.
Haji misalkan, yang merupakan rukun Islam kelima, sangat penuh dengan makna seperti di atas. Di mulai dengan mengelilinginya Ka'bah yang dibangun oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Kemudian berjalan diantara Safa dan Marwa yang mana Ibunda Hajar dulu mencari air di sana untuk buah hatinya. Dan lalu melakukan lemparan Jumrah di Mina yang mana dulu Nabi Ibrahim melempari Iblis manakala mencoba memalingkannya dari mematuhi perintah Allah dalam pengujiannya untuk menyembelih Ismail.
Inilah kebesaran ritual keagamaan kita yang begitu sarat dengan penuh makna mendalam dan bukan hanya sekedar tentang sebuah pelaksanaan semata.
Allah berfirman di dalam Al-Quran:
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ...
"Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur." (QS. Ibrahim: 5)
Pada saat tiba waktu kelahiran Isa AS., kita tentu merasa bahwa kita sedang mengingat sebuah hari di antara hari-hari agung Allah. Hari ini (Natal) menjadi beda dari hari-hari lainnya, sebab sebuah mukjizat besar, kelahiran Isa AS. terjadi di dalamnya. Kelahiran Isa AS. mengandung makna as-Salaam; kedamaian, yang mana hal itu sangat kita butuhkan di dewasa ini. Dan Allah telah menjadikan Isa AS. sebagai simbol kedamaian bagi dunia.
Firman Allah SAW.:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." (QS. maryam: 33) ?
Sebenarnya ini saja sudah cukup sebagai alasan untuk kegembiraan kita (Muslim) pada kesempatan mulia ini, terlepas dari permasalahan tanggal tepat di lahirkannya beliau, Isa AS. dan permasalahan perbedaan pendapat yang ada di antara orang-orang Ortodoks, Katolik, Protestan, dan denominasi lainnya. Masalahnya bukan tentang tanggal tepatnya tapi makna yang tersirat dalam kesempatan ini (sesuai pemaparan sebelumnya).
Hari ini kita di herankan, bahwa bagaimana bisa memberikan selamat kepada umat lain pada acara keagamaan mereka itu berarti sama halnya mengakui teologi kepercayaan mereka. Padahal Islam itu mapan dan pengetahuan tentang aspek inti dari sebuah kepercayaan serta titik-titik perbedaan dengan agama lain telah ada sejak dulu. Manusia pada umumnya juga sudah cukup dewasa untuk mengakomodasi koeksistensi yang menghormati batas-batas dari masing-masing agama lain.
Seorang Muslim yang memberi selamat kepada orang Kristen pada hari Natal, saya rasa tidak akan sampai mempunyai pemikiran bahwa ia meyakini atas ke-ilahian Yesus atau bahwa Yesus adalah anak Allah. Demikian juga, seorang Kristiani yang menerima ucapan dari seorang Muslim tidak akan berpikir bahwa Muslim tersebut telah mengakui teologi Kristen.
Begitupun sebaliknya, seorang Kristiani yang memberi selamat kepada seorang Muslim dalam hari raya Idul Fitri, Ramadhan, atau pada hari Maulid Nabi Muhammad SAW. itu tentu mengerti betul bahwa hal demikian tidak berarti Kristiani tersebut meyakini teologi Islam, juga tidak akan seorang Muslim berpikir bahwa seorang Kristiani yang memberi selamat kepadanya meyakini teologi Islam.
Dewasa ini, Natal bukan hanya tentang ucapan selamat seseorang (dengan mengatakan 'selamat natal' misalnya) dengan disertai keyakinan bahwa Yesus adalah anak Allah. Bahkan sebaliknya, ini dianggap sebagai kebiasaan umum yang menunjukkan hubungan baik antar umat manusia.
Prinsip hukum (kaidah fiqhiyyah) menyatakan:
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
"Hukum berputar dengan ada atau tidaknya sebuah 'illat (alasan)"
Alasan yang menyebabkan beberapa 'Ulama dalam berpendapat tentang ketidak bolehannya seorang Muslim mengucapkan selamat Natal (mengakui teologi agama orang lain) saya rasa sudah tidak lagi ada, dan oleh karena itu hukum ketidak bolehannya pun gugur. Penting juga dicatat di sini, bahwa pendapat Ibn al-Qayyim yang mengatakan para 'Ulama bersepakat atas ketidak bolehannya mengucapkan selamat hari raya kepada umat lain adalah kurang tepat.
Syaikh Abdullah bin Bayyah mengatakan bahwa Imam Ahmad memiliki tiga pendapat mengenai masalah ini; haram tidak disukai, dan diperbolehkan. Di sisi lain, Ibnu Taimiyah mengutip pendapat Ibn al-Mardawi dalam kitab 'Al-Insaf.'
"Merupakan hak seorang Muslim jika ia tidak ingin mengucapkan selamat kepada umat lain pada acara keagamaan mereka, namun sebuah kesalahan bagi Muslim yang memaksakan pandangan mereka terhadap orang lain yang seolah-olah itu adalah kewajiban (haram jika mengucapkan). Terlebih jika mereka mencaci orang-orang yang mengucapkan atau bahkan meragukan iman seorang Muslim lainnya yang mengucapkan natal. Ini adalah tindakan sembrono."
Dan saya mendesak Anda untuk segera hentikan sikap seperti itu !.
Sebagai penutup, saya persembahkan salam kepada Nabi Muhammad SAW. dengan atas kelahiran Isa AS., dan memang bukankah beliau (Nabi Muhammad SAW.) sendiri yang mengatakan,
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي اْلأُوْلَى وَاْلآخِرَةِ
"Aku lebih berhak atas diri Isa putra Maryam dari semua manusia di dunia dan di akhirat"
Demikian juga, saya memberikan salam kepada umat Islam, Kristen dan umat manusia secara umum dengan atas kelahiran Isa AS. Sesungguhnya Allah telah memberikan sebuah manifestasi dari namanya, as-Salaam; damai, pada hari kelahirannya dan juga telah menjadikannya simbol untuk perdamaian.
Terakhir aku ingin mengatakan kepada Sayyidku; Isa AS.,
"Wahai Ruhullah, Wahai Kalimatullah. Keselamatan semoga tercurahkan bagimu di hari engkau dilahirkan, di hari engkau mati, dan di hari dimana engkau akan dihidupkan kembali." (Rois F.R)
Source: http://www.alhabibali.com/en/writing/christmas-and-the-glorious-birth-peace-be-upon-me-the-day-i-was-born/
Komentar
Posting Komentar