Langsung ke konten utama

Ketua LDNU: Indonesia Harus Aktif Dalam Perdamaian Di Timur Tengah

Jakarta, santrionline-

Lembaga Dakwah PBNU, melalui Ketuanya KH. Maman Imanulhaq mengecam pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

LDNU menilai, Trump telah mempersulit upaya perdamaian Israel-Palestina karena dapat menuai reaksi keras dunia.

" Amanat konstitusi kita adalah mendukung kemerdekaan Palestina yang mencakup wilayah Yerusalem karena hakikat kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”, Tegas Maman yang juga anggota DPR RI ini.

LDNU mengapresiasi respon keras Presiden Jokowi terhadap manuver Trump.

Bahkan Maman dalam sidang paripurna DPR RI, Senin 11/12 meminta pemerintah Indonesia termasuk DPR RI mendesak PBB dan OKI membahas keputusan Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel ini.  Dan meminta seluruh Umat Islam melakukan Qunut Nazilah setiap Sholat Fardhu agar tragedi kemanusiaannya ini segera berakhir.

Maman juga menegaskan bahwa krisis Palestina adalah karena krisis kemanusiaan di mana bangsa dan semua agama  harus bersinergi mencari solusi krisis Ini.

“ Indonesia bisa berperan lebih untuk memberikan solusi bagi pemyelesaian Palestina, karena Indonesia punya pengalaman mengelola kebersgaman dan penyelesaikan konflik”, tutur Maman.

Maman menambahkan bahwa Indonesia telah berhasil menjadikan agama sebagai spirit untuk peradaban yang maju, damai dan toleran. Indonesia akan mampu menyelesaikan persoalan konflik abadi Palestina-Israel tersebut dan juga konflik lain di Timur Tengah.

"Posisi Timur Tengah sedang krisis dan lemah. Indonesia harus mendorong seluruh ormas Islam melakukan diplomasi kultural salahsatunya lebih aktif berkomunikasi dengan jaringan ulama dunia," ujar pimpinan Ponpes Al-Mizan Jatiwangi Jabar ini.

(AD/AW)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...