Langsung ke konten utama

Kang Maman : Indonesia Rusak Karena Kaum Elit Koruptif

Bandung, Santrionline

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanul haq, menegaskan betapa berbahaya korupsi bagi kelangsungan bangsa dan negara. Karenanya, korupsi harus ditempatkan sebagai musuh bersama dan diperangi secara serius.

Indonesia tidak akan hancur karena bencana, tapi akan rusak karena kebejatan kaum elit yang koruptif,” katanya dalam diskusi "Santri, Anti-Korupsi dan Penguatan NKRI" di kantor PWNU Jawa Barat, Jalan Galunggung, Bandung, Selasa, 12 Desember 2017.

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi itu, Indra Perwira (Fak. Hukum Unpad), Asep Salahudin (Ketua Lakpesdam PWNU Jabar) dan seniman, Tisna Sanjaya.

Kang Maman, sapaan akrab Maman Imanulhaq, juga menegaskan, selain penegakan hukum pemberishan Indonesia dari virus koruspi juga bisa dilakukan dengan pendekatan agama. Karenanya,pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan, Jatiwangi, Majalengka itu, mengingtakan, bahwa pebelajaran agama sangat penting sebagai dasar pembentukan mental anti korupsi.

“Pemenberantasan korupsi bisa dimulai dengan penguatan institusi keluarga dan pembelajaran agama
yang efektif, terutama sikap muroqobah (merasa selalu diawasi Tuhan),” ujarnya.

Jika kita menjalankan ajaran agama Islam dengan benar, kata Kang Maman, maka tak akan terjebak
dalam ritual semata.

 “Mental anti korupsi adalah spirit perilaku keagamaan, yang merupakan bentuk ekspresi spiritualitas. Itu perwujudan beragama yang tak hanya sebatas ritualitas, tapi implementasi dalam dimensi social,” ujar anggota Komisi Delapan DPR RI itu.

Sementara para pembicara sepakat pemberantasan korupsi harus menjadi komitmen bangsa agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap terjaga. Namun harus dibagun sistem yang baik agar dalam memberantas korupsi tidak muncul hal buruk yang justru bertolak belakang dengan tujuan
semula. Selain itu, harus ada langkah strategis untuk menanamkan nilai-nilai anti-korupsi sejak dini di tengah masyarakat.

Asep Salahudin menyampaikan, sebuah bangsa akan hancur jika tidak ada moralitas di dalamnya. Santri menjadi simbol kekuatan moralitas.

 "Absennya moral adalah cikal bakalnya korupsi. Bukan karena uang tapi karena krisis moral.Kehancuran bangsa selalu berawal dari absennya moralitas. NKRI akan goyah kalau tidak ada moralitas," ujarnya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...