Langsung ke konten utama

Melihat Kesederhanaan Kiai NU Bahas Permasalahan Bangsa


Dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama , forum permusyawaratan tertinggi disebut dengan muktamar yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Forum lain yang sangat penting adalah musyawarah nasional dan konferensi besar (munas dan konbes) yang diselenggarakan minimal selama dua kali dalam satu periode kepengurusan. Dua forum ini biasanya mendapat perhatian publik karena biasanya terdapat keputusan atau rekomendasi penting yang menyangkut sikap NU terhadap sebuah persoalan bangsa atau pandangan NU dalam sebuah permasalahan keagamaan. 

Dalam acara ini munas ini berisikan pembahasan masalah-masalah kebangsaan yang dilihat dari perspektif keagaman atau persoalan-persoalan keagamaan kekinian yang belum  terpecahkan yang terbagi dalam tiga forum bahtsul masail waqi’iyah (membahas kasus-kasus aktual), maudluiyah (membahas isu-isu tematik), dan qanuniyah (membahas masalah yang berkaitan dengan perundang-undangan). Persidangan Munas dan Konbes NU mulai berjalan pada Jum'at (24/11/2017) hingga Sabtu (25/11/2017).

Persidangan Munas mengambil tempat di empat lokasi yang berbeda, yakni Pondok Pesantren Darul Falah, Jl. Banda Seraya Pagutan, Mataram, (Komisi Bahtsul Masail). Kemudian, Pondok Pesantren Darul Qur'an, Jl. Raya TGH Saleh Hambali, Lombok Barat, (Komisi Rekomendasi), Pondok Pesantren Al-Halimi, Jl Raya Sesela, Lombok Barat (Komisi Program), Pondok Pesantren Nurul Islam, Jl Swasemba, Kota Mataram (Komisi Organisasi).

Pondok Pesantren Darul Falah menjadi salah satu tempat Persidangan Bahtsul Masail, ratusan kiai memenuhi ruang-ruang persegi panjang yang biasa digunakan untuk aktivitas anak sekolah menengah atas. Sebagian para kiai mengenakan batik, dan pakaian muslim putih, dengan bawahan sarung.  

Di Pondok Pesantren Darul Falah ini terdapat tiga ruang sidang bertuliskan, Bahtsul Masail al-Waqi'iyyah, Bahtsul Masail al-Maudlu'iyyah, dan Bahtsul Masail al-Qonuniyyah. Di dalam ruangan itu, para Ketua Sidang berada di barisan depan, saling berhadapan dengan para kiyai lainnya, yang duduk lesehan. Berjejer 8 baris meja persegi panjang meja pendek biasa digunakan untuk ngaji dengan beralaskan karpet warna hijau. 



Di ruang  Bahtsul Masail al-Maudlu'iyyah para kiai tengah membahas permasalahan ujaran kebencian dalam dakwah."Ujaran kebencian masuk perbuatan tercela. Karena itu haram dilakukan untuk kepentingan apa pun. Termasuk untuk tujuan kebaikan seperti dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar," ujar Wakil Sekretaris Lembaga Bahtusul Masail PBNU Mahbub Ma’afi membacakan rumusan sidang komisi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat (24/11/2.17).

Di komisi sidang yang lain seperti  Bahtsul Masa'il Waqi'iyyah atau forum pembahasan masalah aktual NU membahas mengenai penyiaran melalui frekuensi publik. Fatwa haram diberikan untuk menyiarkan konten dakwah provokatif, penyebaran kebencian, kekerasan, membahas masalah pribadi, sinetron berkualitas buruk, dan infotainment yang tidak mendidik. Ketua Sidang Komisi KH Ishomudin mengatakan, dalam kesimpulan pembahasan bahwa frekuensi publik harus digunakan untuk kepentingan bersama demi kebaikan dan menghindarkan kerusakan. Pemerintah diminta untuk aktif dalam penyalah gunaan frekuensi. "Pemerintah harus mengambil tindakan secara berkala diawali dengan memberi teguran, lantas peringatan, bahkan pencabutan izin," ujar Ishomudin di Pondok Pesantren Darul Falah, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat (24/11/2017).

Pembahasan rumusan masalah sempat berhenti, ketika memasuki waktu Salat Jumat. Para kiai, beribadah di Masjid Pondok Pesantren Darul Falah. Seusainya, saling bercengkerama di area tengah seraya makan siang dengan lesehan di atas karpet hijau.

Musyawarah Nasional ini berfokus pada pembicaraan masalah-masalah keagamaan menyangkut kehidupan umat dan bangsa. Lewat forum Bahtsul Masail (pembahasan masalah-masalah), yang diampu para ulama, berbagai persoalan sosial terkini dibahas dan dicarikan jalan keluarnya lewat mekanisme fatwa. Konbes membahas persoalan organisasi dan program kerja. Selain itu, Konbes juga mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi penting masyarakat dan, terutama, pemerintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...