Langsung ke konten utama

Kader NU Harus Jadi Petarung di Gelanggang Kompetisi Teknologi Informasi.

PCNU-SUMEDANG

Sumedang, Santrionline.net
Menyikapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di generasi millennial, warga Nahdlatul Ulama diminta untuk menjadi petarung dan siap untuk masuk di gelanggang kompetisi teknologi dan informasi ini. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua lembaga Dakwah Nahdatul Ulama (LDNU) PBNU, KH. Maman Imanulhaq atau lebih akrab disapa Kang Maman, ketika menjadi nara sumber dalam kegiatan halaqoh santri.

Halaqoh yang digagas oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sumedang ini dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional (HSN). 200 peserta yang terdiri dari para pimpinan pesantren dan santri yang ada di Sumedang, hadir mengikuti kegiatan halaqoh yang bertempat di Aula PCNU Sumedang. Halaqoh dilaksanakan pada Sabtu (21/10/2017).

Kang Maman menegaskan bahwa ada tiga nilai yang harus dimiliki oleh santri zaman sekarang. 

Pertama, nilai keberkahan. Santri bisa mengisi pos-pos penting di negara Indonesia ini, dari mulai presiden seperti Gusdur, para menteri, gubernur, bupati, dan anggota DPR, itu karena keberkahan dari pesantren.

Kedua, santri harus memperkuat kembali dalam prinsip keilmuan. Santri harus melek terhadap pengetahuan, baik pengetahuan agama atau pengetahuan umum. Santri harus menguasai teknologi dan sosial media.

Ketiga, santri sebagai kader ulama harus jadi petarung dan siap untuk masuk di gelanggang kompetisi teknologi dan informasi. Santri harus mampu berkompetisi di dunia global tapi tidak menghilangkan nilai-nilai kepesantrenan, nilai ke-NU-an, dan nilai keislaman.

Dalam menghadapi dunia Millennial, dimana sesuatu serba lebih cepat dan isntan, santri harus menguasai sosial media dan harus mampu memasarkan produk-produk unggulan warga NU secara online.

Santri juga harus mulai terbuka untuk mau maju dan bekerja sama dengan berbagai kalangan. Indonesia tidak hanya santri, tapi ada juga orang lain yang menjadi bagian penting di Republik Indonesia. Santri harus bekerjasama dengan berbagai kalangan tersebut, tentu kerja samanya untuk menuju NKRI yang lebih hebat dan lebih maju, tutup Kang Maman. (Ayi Abdul Kohar).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p