Langsung ke konten utama

Kronologi Lengkap Fatwa Abuya Muhtadi Melarang Ormas HTI dan FPI

Santrionline.net ~ Beberapa saat yang lalu viral video cuplikan fatwa Abuya Muhtadi Pandeglang Banten yang berfatwa melarang ormas HTI dan FPI ada di Indonesia. Karena menyisakan perdebatan dan polemik yang tiada ujungnya, maka berikut ini saya sajikan edisi lengkapnya tanpa potongan. Disajikan apa adanya agar menjadi jelas tanpa ditutup-tutupi.

Setelah para santri Gus Dur yang dipimpin KH. Wahid Maryanto, yang biasa disapa Pak Acun, sowan ke kediaman Abuya Uci Turtusi di Cilongok Banten maka rombongan bertolak ke kediaman Abuya Muhtadi Pandeglang Banten. Acara itu dalam rangka melestarikan laku amaliah Gus Dur semasa hidupnya, yakni berziarah (sowan) ke makam-makam orang shaleh dan ziarah kepada para sesepuh dan orang-orang shaleh yang masih hidup. Dan acara sowan ini berlangsung tahun 2015 silam.

Sesampai di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cidahu, Pandeglang, Banten, asuhan KH. Ahmad Muhtadi Dimyathi, rombongan disambut dengan hangat dan ramah oleh sang pengasuh. Mewakili rombongan Kyai Wahid meminta ijin kepada Abuya Muhtadi untuk meminta berkah doa beliau. Beliau pun langsung memimpin doa yang diamini oleh para santri Gus Dur.

Kemudian dilanjut dengan obrolan ringan. Sesaat kemudian Abuya Muhtadi mengajak rombongan naik ke ruangan perpustakaan beliau di lantai atas. Beliau mengambil kitab Kifayatul Mustafid karangan Syaikh Mahfudz Termas. Beliau ingin menunjukkan kepada para santri bahwa harus berhati-hati dengan kitab-kitab yang dicetak sekarang. Karena banyak sekali dari kitab tersebut yang sudah mengalami distorsi/tahrif/pengubahan yang disengaja oleh oknum-oknum tertentu.
Abuya Muhtadi sembari menunjukkan kitab dan halaman yang dimaksud, beliau berkata dengan nada sangat menyayangkan:

ما من صحيفة تلك الكتب ومن تلك النسخ إلا وفيها زيادة أو نقص مبطل لسياق الكلام

“Tidaklah yang ada dalam kitab-kitab dan lembaran-lembaran itu terkecuali sudah mengalami penambahan dan pengurangan yang bathil (tidak benar).”

Kemudian Abuya Muhtadi berfatwa: “Tetap ormas Islam yang datang dari Luar Negeri tidak boleh masuk Indonesia. Selamanya! Siapapun, HTI, FPI, semuanya!”

Obrolan yang bernada tegas namun tetap dengan suasana khas kyai pesantren, kyai NU, yakni candaan yang menyenangkan. Tentu sarat dengan hikmah dan pelajaran yang dalam. Sejenak kemudian beliau kembali menegaskan bahwa para generasi penerus harus waspada terhadap ormas-ormas Islam, yang bentuknya memang Islam, datang dari luar negeri, tapi menolak Pancasila. Semua ormas itu dilarang masuk Indonesia. Karena bagi Abuya Muhtadi Pancasila sudah final.
Bahkan Abuya Muhtadi siap mengadakan pertemuan dan diskusi terbuka kepada siapapun yang tidak setuju atau tidak terima. “Silakan datang ke sini, ayo adakan pertemuan. Kita buka bersama.” Tutur Abuya Muhtadi dengan maksud orang-orang yang belum paham agar mau mengaji kepada kyai dan guru yang silsilah keguruannya nyambung hingga ke Rasulullah Saw.

Sebelum pamitan, rombongan santri Gus Dur memberikan cinderamata kepada Abuya Muhtadi sebuah foto Ulama-ulama Nusantara berfigura. Lalu Abuya Muhtadi menyebutkan sanad keguruan kitab Kifayatul Mustafid yang diwasiati dari almarhum ayahanda kepada dirinya, “Saya dari al-Walid (ayahanda; KH. Dimyathi), dari Syaikh Dalhar Watucongol, dari Syaikh Mahfudz Termas (sang muallif/penyusun kitab).” 

Video lengkapnya tonton di sini: https://youtu.be/XYzr1rBVvAw 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...