Anak-anak jin itu bermain di kolam wudlu hingga kolam yang telah diisi oleh kang-kang santri habis. Demikian selalu terjadi di sebuah pondok pesantren asuhan Kiai Rosyid rahimahulloh. Namun beliau tidak pernah bertindak apapun pada jin-jin kecil itu, hanya mesam-mesem dan menjelang subuh memerintahkan kembali santri-santri untuk mengisi kolam tersebut.
Berbulan-bulan kejadian di pondok pesantren di daerah Demak itu berlangsung. Sampai pada suatu saat di hari Jumat menjelang subuh beliau menjumpai air di kolam wudlu yang tetap utuh. Dalam hatinya bertanya: “Mengapa jin-jin kecil itu tidak bermain-main di kolam itu?”. Sebagai seorang yang dekat dengan Gusti Allah Ta’ala beliaupun diperlihatkan jin-jin kecil yang babak belur. Ternyata ditelisik anak-anak jin kecil itu dihajar oleh menantu beliau. Beliau menangis melihat makhluk jin yang kesakitan karena dihajar oleh Sanusi menantunya itu.
Kemudian Kiai Rasyid memanggil Sanusi dan berkata dengan keras: “Mondok bertahun-tahun dan kitabmu berpeti-peti tapi mengapa masih tega menyakiti makhluk Allah Ta’ala? Tidakkah engkau punya rasa belas kasihan pada jin yang masih anak-anak itu?”. Lalu Sanusi menantunya itu dihukum pindah ke suatu desa yang masih sepi untuk menjaga dan meramaikan sebuah masjid yang kosong pengasuhnya.
و اقتضت الحال عند ذوى العقول هم اشرف خلق الله النظر الى كافة الخلق بعين الرحمة و ترك المماراة
“Dan sudah menjadi ketentuan bagi orang-orang yang berakal dari ulama yang mereka adalah makhluk-makhluk Allah yang mulia untuk selalu melihat semua makhluk-Nya dengan rasa kasih sayang dan tidak serta merta menentang mereka.”
Demikian gambaran ulama dari Hujjatu al-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali rahimahullah.
Oleh: KH Ubaidullah Shodaqoh
(Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah)
Komentar
Posting Komentar