Langsung ke konten utama

Memandang Makhluk Allah dengan Kasih Sayang


Anak-anak jin itu bermain di kolam wudlu hingga kolam yang telah diisi oleh kang-kang santri habis. Demikian selalu terjadi di sebuah pondok pesantren asuhan Kiai Rosyid rahimahulloh. Namun beliau tidak pernah bertindak apapun pada jin-jin kecil itu, hanya mesam-mesem dan menjelang subuh memerintahkan kembali santri-santri untuk mengisi kolam tersebut.

Berbulan-bulan kejadian di pondok pesantren di daerah Demak itu berlangsung. Sampai pada suatu saat di hari Jumat menjelang subuh beliau menjumpai air di kolam wudlu yang tetap utuh. Dalam hatinya bertanya: “Mengapa jin-jin kecil itu tidak bermain-main di kolam itu?”. Sebagai seorang yang dekat dengan Gusti Allah Ta’ala beliaupun diperlihatkan jin-jin kecil yang babak belur. Ternyata ditelisik anak-anak jin kecil itu dihajar oleh menantu beliau. Beliau menangis melihat makhluk jin yang kesakitan karena dihajar oleh Sanusi menantunya itu.

Kemudian Kiai Rasyid memanggil Sanusi dan berkata dengan keras: “Mondok bertahun-tahun dan kitabmu berpeti-peti tapi mengapa masih tega menyakiti makhluk Allah Ta’ala? Tidakkah engkau punya rasa belas kasihan pada jin yang masih anak-anak itu?”. Lalu Sanusi menantunya itu dihukum pindah ke suatu desa yang masih sepi untuk menjaga dan meramaikan sebuah masjid yang kosong pengasuhnya.

و اقتضت الحال عند ذوى العقول هم اشرف خلق الله النظر الى كافة الخلق بعين الرحمة و ترك المماراة

“Dan sudah menjadi ketentuan bagi orang-orang yang berakal dari ulama yang mereka adalah makhluk-makhluk Allah yang mulia untuk selalu melihat semua makhluk-Nya dengan rasa kasih sayang dan tidak serta merta menentang mereka.”

Demikian gambaran ulama dari Hujjatu al-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali rahimahullah.

Oleh: KH Ubaidullah Shodaqoh
(Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p