Langsung ke konten utama

KEHEBATAN MBAH ARWANI DI KAGUMI PARA ULAMA LUAR NEGRI

KEHEBATAN MBAH ARWANI DIKAGUMI PARA ULAMA LUAR NEGRI

Kudus - santrionline.net
Suatu ketika Kyai Sya'roni Ahmadi Kudus umroh dan membawa kitab Faidh al-Barakat karya Mbah Kyai Arwani Amin Kudus. Kitab tersebut dipamerkan kepada ulama Qiraat Mekkah dan Madinah yang dikenal Kyai Sya'roni. Lantas para ulama tersebut berkomentar, “Tidak sembarang orang bisa menulis kitab ini kecuali seorang Muqri’ al-Kabir!"

Setelah itu, giliran seorang ulama Mesir Syaikh Ahmad Yasin Muhammad Abdul Muthalib yang mendapatkan kitab Faidh al-Barokat. Spontan beliau bersya’ir memuji kealiman Mbah Kyai Arwani:

ﺑﺷﺮﺍﻙ ﻳﺎﻁﺎﻟﺑﺎ ﻠﻟﻌﻟﻢ ﻣﻦ ﻗﺩﺲ ֎ ﻔﺰﺗﻢ ﺒﻗﺮﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺣﻣﻥ ﺑﺎﻷﺮﻮﺍﻥ
ﻣﻦ ﻳﻀﺣﻰ ﻓﻲ ﻗﺮﺑﻬﻢ ﺰﻣﻧﺎ ﻮﻠﻮ ﻳﻮﻣﺎ ֎ ﻳﺮﺠﻊ ﺇﻠﻰ ﺃﻫﻟﻪ ﺑﺎﻟﻗﻠﺏ ﺮﻳﺎﻥ
ﺍﻠﻌﻳﺵ ﻓﻲ ﺣﻳﻬﻢ ﻔﻀﻞ ﻮﺗﻜﺮﻣﻪ ֎ ﻣﻦ ﺬﻱ ﺍﻟﺟﻼﻝ ﺍﻟﺬﻱ ﺒﺎﻟﻓﺿﻝ ﺃﻮﻻﻦ

"Betapa bahagianya para pencari ilmu dari Kudus, beruntung bisa dekat Sang Rahman dengan Kyai Arwani.
Siapa saja yang berada sezaman di dekatnya meski hanya sehari, akan pulang ke keluarganya dengan hati berseri-seri.
Hidup bersama mereka adalah anugerah dan kemuliaan dari Sang Pemilik Keagungan yang telah memberiku anugerah tiada terperi (sebab jumpa dengan Kyai Arwani)."

Tiru Laku Gurumu.

Menurut riwayat khadimnya, semasa belajar ilmu Qiraat di Krapyak Yogyakarta Kyai Arwani selalu datang dua jam sebelum setoran ngaji dimulai. Jam 11 malam beliau sudah ada di majelis, padahal setoran dimulai jam 1 dini hari.

Selain itu, beliau selalu menyimak dengan seksama, menulis semua yang diucapkan oleh gurunya, sebab proses belajarnya dengan metode Talaqi Qiraah. Catatan tulisan tersebutlah yang menjadi kitab Faidh al-Barakat tiga puluh juz lengkap.

Tidak heran diantara murid-murid Mbah Kyai Munawir hanya Kyai Arwani yang diberi ijazah Qiraah Sab’ah. Bahkan di depan para muridnya Mbah Kyai Munawir dawuh untuk belajar kepada Mbah Kyai Arwani saja jikalau beliau wafat.

(Disarikan dari tulisan Ust. Sahal, Faidh al-Barakat, upaya KH. Arwani membumikan Ilmu Qiraah).
Read: Isa Anshori

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...