Langsung ke konten utama

Kisah Mbah Kholil Bangkalan dan Kuda dari Bima

Siapa yang tidak kenal dengan sang maha guru para kiai nusantara ini? Beliau adalah al-‘alim al-‘allamah KH.Muhammad Kholil bin Abdul Lathif atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Kholil.  Beliau adalah guru dari Hadlratus Syaikh KH.Hasyim Asy’ari Tebuireng-Jombang, KH.Abdul Karim Lirboyo-Kediri, KH.Abdul Wahab Hasbullah Tambakberas-Jombang, KH.Bisyri Syansuri Denanyar-Jombang, KH.As’ad Syamsul Arifin Asembagus-Situbondo, KH.Ma’shum Lasem-Rembang, KH.Munawwir Krapyak-Yogyakarta dan sejumlah ulama besar lainnya.

Di tangan Mbah Kholil Bangkalan, lahir para tokoh ulama dan pejuang bangsa. Menurut cerita Habib Luthfi bin Yahya, beliau bersama Habib Hasyim bin Yahya Pekalongan adalah dua tokoh penting yang memiliki andil dan jasa besar berdirinya ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU).

Salah satu akhlak terpuji yang tampak pada pribadi Syaikhona Kholil adalah menghormati dan memuliakan gurunya. Tidak hanya kepada gurunya secara langsung beliau memuliakan, tapi beliau juga memuliakan hal-hal yang berhubungan dengan gurunya, bahkan kepada kuda yang satu daerah dengan gurunya. Betul-betul sosok ulama yang mulia dan memuliakan gurunya.

Berikut ini cerita yang diriwayatkan dari KH.Ahmad Ghazali dari ayahnya, KH.Muhammad Fathullah, dari gurunya, KH.Syamsuddin, salah satu murid KH.Kholil Bangkalan. Cerita ini menunjukan begitu besarnya penghormatan Kiai Kholil terhadap gurunya.

Suatu ketika Mbah Kholil bepergian menuju suatu tempat dengan mengendarai dokar. Saat hendak menaikinya, Kiai Kholil terus memandangi kuda yang dikendarainya. Seakan ada sesuatu yang mengganjal dari jenis kuda tersebut. Beliau bertanya kepada kusir dokar. “Dari mana kuda ini berasal?” tanya Kiai Kholil. Kusir dokar menjawab, “Dari Bima (salah satu daerah di Indonesia), Kiai”.  Bima sendiri dikenal dengan daerah yang terkenal dengan stok kudanya yang mahal dan bagus. Setelah mendengar jawaban si kusir, seketika Kiai Kholil turun dari dokar dan enggan menaikinya kembali. Sontak si kusir dokar heran dan bingung. “Kenapa tuan tidak mau menaiki kuda ini?” tanyanya kepada Kiai Kholil. “Karena salah satu guruku berasal dari Bima. Aku sungguh sangat keberatan akan hal tersebut. Bisa jadi kuda ini termasuk keturunan kuda yang pernah dinaiki guruku atau putera-puteranya”, jawab Kiai Kholil menjelaskan ihwal ketakbersediaan beliau mengendarai kuda dari Bima tersebut.

Dalam khazanah ilmu akhlak sendiri diterangkan bahwa seorang murid hendaknya menghormati gurunya dengan sebenar-benarnya menghormati. Di antara menghormati guru adalah menghormati putera-puteranya dan segala hal yang berkaitan dengannya. Memuliakan guru dalam perspektif ulama tasawuf merupakan salah satu kunci mendapat ilmu yang bermanfaat. Rida Allah berkaitan dengan rida guru. Murka Allah berkaitan dengan murka guru. Demikianlah etika yang diajarkan para ulama kita.

Apa yang diajarkan oleh para ulama sungguh benar-benar diamalkan Kiai Kholil dalam kehidupan nyata. Sungguh luar biasa akhlak beliau. Tidak heran dari tangan beliau lahir sosok-sosok ulama yang tidak hanya dikenal di tingkat nasional, bahkan internasional. Sulit kiranya mencari ulama yang sangat mengagungkan gurunya sebagaimana Syaikhona Kholil. Kepada para kiai dan guru-guru kita, semoga kita bisa meneladani apa yang dilakukan beliau kepada guru-gurunya, meski hanya beberapa persennya saja.

Sumber bacaan: al-Jauhar al-Farid, KH.Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah Madura.
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri
https://islami.co/mbah-kholil-bangkalan-dan-kuda-dari-bima/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...