Langsung ke konten utama

Inilah Pesan Menyejukan Maulana Habib Lutfi Di Istana Negara

Jakarta, Santruonline-Rais Aam Idarah Aliyah Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (JATMAN) Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Bin Yahya menegaskan bahwa kadar bobot cinta seseorang kepada bangsanya tergantung kecintaannya kepada tanah airnya. Dan sebaliknya kadar bobot cinta seseorang terhadap tanah airnya tergantung kecintaannya terhadap bangsanya.

Hal ini disampaikan Habib Luthfi saat menyampaikan mauidzatul Hasanah yang bertemakan Harmoni Al Quran dalam Kebhinekaan pada Peringatan Nuzulul Quran yang dilaksanakan di Istana Negara di Jakarta, Senin (12/6) malam.

"Semoga kita tidak mudah terprovokasi segala bentuk yang akan memecah belah umat dan bangsa," harapnya pada Acara yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini.

Habib Luthfi juga berharap Bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya tidak akan menjadi bangsa dan umat yang mengecewakan serta memalukan para leluhur, ulama dan para pejuang yang ikut andil besar dalam memerdekaan bangsa Indonesia dihadapan Allah SWT.

Ulama kharismatik ini mengatakan juga bahwa ia kadang bertanya kepada diri sendiri tentang sejauh mana pernah ikut andil dalam memerdekakan atau mengisi kemerdekaan yang telah dinikmati bangsa Indonesia ini.

"Seharusnya kita mensyukuri apa yang diberi Allah SWT didalam menjaga keutuhan dan melestarikan sehingga melahirkan regenerasi siap untuk menjawab tantangan ummat dan bangsa yang telah dicontohi oleh terutama Wali Sembilan yang ada di Indonesia ini," tegasnya.

Walaupun para Wali Songo telah meninggal dunia, lanjut Habib Luthfi, namun ada hal yang tidak bisa dipungkiri sampai sekarang bahwa mereka masih mampu menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga ukhuwah umat.

"Yang datang, yang kumpul bisa diajak dekat dengan Allah SWT membaca Al Quran, tahlil dan bisa membuat ekonomi kerakyatan di lingkungannya. Padahal beliau sudah meninggal 500 tahun yang lalu," katanya.

Menurutnya, semua itu merupakan perjuangan para Wali Songo yang telah meninggalkan tapak tilas dan jejak yang mempunyai kandungan-kandungan mutiara yang tiada tara harganya.

"Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada para pemimpin kita, ulama kita, tokoh kita dalam mengemban amanat bangsa ini untuk menuju Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur sehingga dijauhkan cobaan dari Allah SWT," pungkasnya.

Sumber : Nu online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...