Langsung ke konten utama

“Terorisme: Kekerasan yang Mencederai Kemanusiaan”


Menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan 1438 H, kita dikejutkan dengan bom di Manchester Inggris, serangan teroris di kota Marawi Mindanao Filipina pada Selasa 23 Mei 2017 serta yang terbaru, ledakan bom di Kampung Melayu, pada Rabu 24 Mei 2017 menunjukkan bahwa radikalisme atas nama agama sungguh sangat memprihatinkan kita semua.

Rangkaian peristiwa itu memiliki pesan bahwa masih saja ada pemahaman yang berkembang di masyarakat dan kalangan umat beragama bahwa cara-cara seperti bom bunuh diri itu diperbolehkan sebagai bagian dari perjuangan atas nama agama. Tentu saja hal ini merupakan kesesatan pemahaman dalam beragama. Agama sama sekali tidak membenarkan cara-cara kekerasan seperti itu. 
Oleh karena itu, menyaksikan dan mencermati rangkaian peristiwa di atas, khususnya peristiwa bom di Kampung Melayu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menegaskan:

1. Mengutuk keras dan mengecam segala tindakan kekerasan dan terorisme, apapun motifnya. Bahwa segala bentuk tindakan kekerasan, apalagi yang mengatasnamakan agama dengan cara menyebar teror, kebencian, dan kekerasan bukanlah ciri Islam yang rahmatan lil alamin. Islam mengutuk kekerasan. Bahkan tidak ada satu pun agama di dunia ini yang membenarkan cara-cara kekerasan dalam kehidupan.

2. Mengucapkan bela sungkawa yang mendalam kepada keluarga korban atas musibah yang sedang dialami. Segala yang terjadi merupakan suratan takdir dan kita harus menerimanya dengan penuh kedewasaan, lapang dada, dan kesabaran. 

3. Mendukung langkah-langkah aparat keamanan untuk mengusut tuntas motif, pola, serta gerakan yang memicu terjadinya peristiwa tersebut. Gerakan radikalisme sudah sedemikian merajalela, maka diperlukan penanganan khusus yang intensif dari pelbagai pihak, utamanya aparat keamanan.

4. Mengajak seluruh warga Indonesia untuk bersatu padu menahan diri, tidak terprovokasi serta terus menggalang solidaritas kemanusiaan sekaligus menolak segala bentuk kekerasan. Jika mendapati peristiwa sekacil apapun yang menjurus pada radikalisme dan terorisme segera laporkan ke aparat keamanan. Segala hal yang mengandung kekerasan sesungguhnya bertentangan dengan ajaran Islam dan bahkan bertentangan dengan ajaran agama apapun. Islam mengajarkan nilai-nilai kesantunan dalam berdakwah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

أدع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن

Artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Al Hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 125)

5. Mengimbau warga NU untuk senantiasa meningkatkan dzikrullah dan berdoa kepada Allah Swt. untuk keselamatan, keamanan, kemaslahatan, dan ketenteraman hidup dalam berbangsa dan bernegara. 

6. Meminta segala pihak untuk menghentikan segala spekulasi yang bisa memperkeruh peristiwa ini. Kita percayakan penanganan sepenuhnya di tangan aparat keamanan. Kita mendukung aparat keamanan, salah satunya dengan cara tidak ikut-ikutan menyebarkan isu, gambar korban, dan juga berita yang belum terverifikasi kebenarannya terkait peristiwa ini.

7. Nahdlatul Ulama (NU) mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas serta cepat terkait penanganan dan isu radikalisme. Langkah ini harus ditempuh sebagai bagian penting dari upaya implementasi dan kewajiban Negara untuk menjamin keamanan hidup warganya. Dan apapun motifnya, kekerasan, radikalisme, dan terorisme tidak bisa ditolelir apalagi dibenarkan, sebab ia mencederai kemanusiaan.


Jakarta, 25 Mei 2017

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
Ketua Umum

DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p