Langsung ke konten utama

KH Tubagus Muhammad Falak, Perintis NU di Bogor

KH Tubagus Muhammad Falak bin KH Tubagus Abbas adalah seorang kiai kharismatik yang dikenal luas oleh kalangan masyarakat sebagai pemimpin rohani dalam gerakan sufi sebagai mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang mengambil ijazah langsung dari Syaikh Abdul Karim Banten.

KH Tubagus Muhammad Falak dilahirkan pada tahun 1842 di Sabi, Pandeglang Banten. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan Islam dari orang tuanya. Ayahnya KH. Tubagus Abbas adalah kiai pemimpin pesantren yang hidup dari hasil bertani dan sangat aktif dalam melakukan kegiatan dakwah di daerah Pandeglang dan sekitarnya bersama isterinya, Ratu Quraisyn.

Secara garis kuturunan, KH Tubagus Muhammad Falak juga berasal dari keluarga kesultanan Banten melalui ayah beliau, KH Tubagus Abbas. Silsilah keturunan beliau sampai kepada salah seorang dari sembilan wali yang memiliki putra bernama Sultan Maulana Hasanuddin Banten yaitu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Kebangsawanan beliau diperkuat pula oleh garis keturunannya dari sang ibu yaitu Ratu Quraisyn yang masih merupakan keturunan Sultan Banten.

Dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga pesantren di Sabi, Pandeglang Banten menjadi awal yang sangat berpengaruh dalam perjalanan hidup beliau. Selama 15 tahun beliau telah mempelajari al-Qur’an dan beberapa kitab dalam bidang bahasa, fiqh dan terutama akidah dari orang tuanya. KH. Tubagus Muhammad Falak yang sejak kecil tergolong anak yang cerdas dalam menyerap pengetahuan Islam serta pintar dalam menguasai ilmu beladiri. Beliau juga pernah belajar agama di Cirebon dan beberapa ulama Banten di antaranya Syaikh Abdul Halim Kadu Peusing atas anjuran KH. Tubagus Abbas.

Belajar di Timur Tengah

Di usia 15 tahun tepatnya pada tahun 1857, Kiai Tubagus Muhammad Falak diberangkatkan oleh orangtuanya ke Makkah untuk menunaikan lbadah haji dan menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan agama di sana. Selama mukim di Makkah beliau bertempat tinggal bersama salah seorang gurunya yang merupakan ulama besar lndonesia bernama Syaikh Abdul Karim Banten, seorang Wali Agung yang menetap di Makkah. Bersama Syaikh Abdul Karim, beliau mendapatkan kedalaman ilmu tarekat dan tasawuf, hingga KH. Falak mendapat kepercayaan sebagai mursyid (guru besar) Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Mula-mula KH. Tubagus Muhammad Falak belajar ilmu tafsir Qur’an dan fiqh kepada Syaikh Nawawi al-Bantany dan Syaikh Mansur al-Madany (keduanya dari Indonesia). Dalam bidang ilmu Hadist beliau belajar kepada Sayyid Amin Qutbi. Dalam ilmu tasawwuf beliau belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak beliau belajar kepada seorang ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki. Gelar ‘Falak’ yang melekat pada beliau rnerupakan gelar yang diberikan oleh gurunya ini karena kecerdasan dan keahlian beliau dalam menguasai ilmu hisab dan ilmu falak.

Khusus dalam ilmu fiqh, beliau belajar kepada Sayyid Ahmad Habasy, dan Sayyid Umar Baarum. Setelah dewasa KH. Tubagus Muhammad Falak memperdalam ilmu hikmah dan ilmu thariqat kepada Syaikh Umar Bajened, ulama dari Makkah dan Syaikh Abdul Karim dan Syaikh Ahmad Jaha (keduanya dari Banten). Di bidang fiqh beliau belajar pula kepada Syaikh Abu Zahid dan Syaikh Nawawi Al-Falimbany.

Selama mukim pertama di Makkah dan Madinah, KH.Tubagus Muhammad Falak seangkatan dengan Syaikh Kholil Bangkalan. Di samping itu, nama-nama ulama yang menjadi guru adalah: Syaikh Ali Jabrah Mina, Syaikh Abdul Fatah Al-Yamany. Syaikh Abdul Rauf Al-Yamany. dan Sayyid Yahya Al-Yamany. Sempat pula berguru kepada ulama Makkah yang sedang berada di Baghdad yaitu Syaikh Zaini Dahlan. Selama kurang lebih 21 tahun lamanya, KH. Tubagus Muhammad Falak kembali ke Nusantara pada tahun 1878.

Berjuang Bersama Petani Banten

Dalam konteks pergerakan kebangsaan melawan penguasa kolonial, dalam salah satu keterangan disebutkan bahwa KH Tubagus Muhammad Falak menjadi salah satu kiai Banten yang turut aktif dalam pemberontakan petani Banten 1888 yang dimotori oleh para kiai thariqat, diantaranya Syaikh Abdul Karim, KH. Asnawi Caringin, KH. Tubagus Wasid dan KH.Tubagus lsmail. Akibat aktivitas politik tersebut beliau menjadi salah seorang yang menjadi sasaran untuk ditangkap oleh Belanda.

Pada tahun 1892, KH. Tubagus Muhammad Falak kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kembali memperdalam ilmu di sana hingga menjelang awaI abad ke-20 dan mengalami masa kebersamaan dalam kurun waktu yang sama dengan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan.

Reaksi Pasca Periode Kedua di Makkah

Kemudian pada awal abad 20 setelah kepulangannya dari Timur Tengah, KH. Tubagus Muhammad Falak mendapat kepercayaan untuk memimpin pesantren Sabi yang ditinggalkan oleh ayahnya. Begitu banyak kalangan yang datang kepada beliau dari berbagai pelosok di Indonesia dan mancanegara untuk menjadikan dirinya sebagai. Bahkan banyak pula para santri beliau yang telah menjadi birokrat dan politisi di Indonesia.

Khusus dalam konteks pergerakan, aktivitas KH. Tubagus Muhammad Falak dalam gerakan kebangsaan semakin terlihat mantap ketika beliau semakin banyak berinteraksi dengan para tokoh pergerakan nasional dari berbagai kalangan diantaranya H.O.S Cokroaminoto, Ir. Soekarno, dan berbagai tokoh pergerakan nasional lainnya. Kemudian pada masa sebelum dan masa revolusi fisik 1945-1949, KH. Tubagus Muhammad Falak telah tercatat sebagai salah searang ulama besar Indonesia yang menjadi tokoh spiritual dalam bidang kerohanian di laskar Hizbullah yang pelatihannya berpusat di daerah Cibarusa dan pemimpin spiritual di Bogor yang senantiasa membangkitkan semangat Jihad fii Sabilillah melawan penjajah untuk membela dan mempertahankan Republik Indonesia.

Pada tahun 1953, KH Tubagus Muhammad Falak mendirikan Nahdlatul Ulama di Bogor dan pada saat pembentukan dihadiri langsung oleh KH Wahid Hasyim. Sejak tahun itu juga beliau mulai melancarkan aktivitas tablig dan dakwah secara estafet. Dimulai dari daerah Pandeglang, Banten hingga sampai ke Pagentongan Bogor dan bermukim di sana hingga wafatnya, Rabu tanggal 19 Juli 1972/08 Djumadil Akhir 1392 H di usianya yang ke 130 tahun.

oleh :Akhsan Ustadhi (Sekretaris PCNU Kabupaten Bogor)

*Biografi ini diperoleh dari para anak dan cucu KH. Tubagus Falak di Pondok Pesantren Al-Falak, Pagentongan dalam acara haul beliau, 5 Mei 2012. KH Tubagus Muhammad Falak menjadi salah satu kiai Banten yang turut aktif dalam pemberontakan petani Banten 1888 yang dimotori oleh para kiai thariqat Pada masa revolusi fisik 1945-1949, KH. Tubagus Muhammad Falak tercatat sebagai salah searang tokoh spiritual di laskar Hizbullah yang pelatihannya berpusat di daerah Cibarusa 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...