Langsung ke konten utama

Bukti NU Tidak Tidur, Jutaan Nahdliyin ‘Mengetuk Langit’ demi Negara

SIDOARJO – Allahu Akbar! Ini bukti Nahdlatul Ulama (NU) tidak tidur. Mencermati dinamika politik serta ancaman terhadap NKRI, NU hadir tepat pada waktunya. Jutaan nahdliyin Ahad (9/4/2017) tumplek blek di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo. Didukung dengan cuaca yang begitu sejuk, mereka dengan khusyuk meng-amini doa-doa para masyayikh.
“Ini tidak lepas dari peristiwa di Tanah Air yang terjadi belakangan ini, dan menimbulkan wacana dunia bahwa Islam moderat di Indonesia telah mati. Maka NU siap menjawabnya. Bahwa mayoritas muslim di Indonesia yang selama ini menjadi silent majority masih memiliki komitmen kuat untuk menghadirkan pola beragama dan berbangsa yang tawassuth(moderat), tasamuh (toleran), tawazun(seimbang), i’tidal (adil) dan menjalankan visi rahmatan lil alamin,” demikian disampaikan pengurus PWNU Jatim yang sampai kepada duta.co, Ahad (9/4/2017).
Seluruh jamaah istighotsah dengan ikhlas menengadahkan tangan dan melangitkan doa dalam rangka Istighotsah Kubro menyambut Harlah NU ke-94 agar Allah yang Maha Kuasa berkenan senantiasa menerangi bumi khatulistiwa ini dengan NURULLAH (cahaya Allah).
“Anda saksikan sendiri betapa wajah-wajah ikhlas untuk Indonesia, bersimpuh tanpa pamrih memohon kepada Allah swt. agar negeri ini diberikan ketentraman. Mereka berangkat dengan bekal sendiri, bersih-bersih sendiri untuk menggapai ridho-Nya,” tambahnya.
Istighotsah ini memang dijauhkan dari kepentingan politik. Meski para pejabat hadir, tetapi mereka tidak diberi waktu untuk menyampaikan sambutan. Ini semata-mata demi bersihnya niat, semata-mata  karena Allah swt.
Tampak hadir dalam acara itu, para pejabat, ulama dan kiai. Dalam pantauan duta.co hampir semua pejabat teras Jatim dan para kiai serta ulama hadir di acara ini. Mereka memberikan apresiasi  tema yang diangkat PWNU, “Mengetuk Pintu Langit, Menggapai Nurullah.”
Di atas podium utama terlihat Gubernur Jatim Soekarwo, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Gatot Subroto, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah serta sejumlah Bupati dan Wali Kota di Jatim yang dari kalangan nahdliyin. Mereka menggunakan baju putih-putih. Ada juga Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan pengurus teras Muslimat NU lainnya.
Selain para pejabat, tentu, tokoh-tokoh NU mendominasi acara. Ketika berita ini diturunkan, Rais Aam PBNU, KH Ma’ruf Amin, memberikan sambutannya. Tampak juga Wakil Rais Aam PBNU KH Miftakhul Akhyar, Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alallah, serta kiai berpengaruh NU, antara lain KH Anwar Iskandar dan para kiai lainnya. Tidak sedikit dari jamaah yang meneteskan air mata. 

Sumber:
http://duta.co/luar-biasa-bukti-nu-tidak-tidur-jutaan-nahdliyin-mengetuk-langit-demi-negara/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...