Langsung ke konten utama

Islam Anda bukan Islam Rahmatal Lila'lamin

Islam tidak hanya berisi tentang syari’at, halal, dan haram saja, tapi Islam lebih jauh lagi mengajarkan tentang akhlak, moral, social, kehidupan bermasyarakat, kebersamaan, toleransi dan lain sebagainya[1]. Sehingga rasanya akan sangat mengerikan kalau orang-orang di luar Islam memberikan stigma buruk kepada islam, namun sayangnya itulah yang muncul di kalangan ummat Islam sendiri, selama beberapa dekade terakhir ini, sehingga hampir saja benar pelabelan yang berusaha di lekatkan terhadap Islam.
Islam adalah Agama yang sangat menghargai perbedaan, toleransi, keragaman dan kebersamaan. Slogan islam Rahmatal lil a’alamin itupun bukan hanya sekedar rangkaian huruf kosong yang tak memiliki arti, akan tetapi slogan tersebut selalu menjadi landasan dasar Nabi Muhammad dalam menyikapi berbagai masalah social yang terjadi disekitarnya.[2]
Salah satu kejadian yang sangat membekas dalam benak orang Kafir Qurays, sehingga mereka benar-benar merasakan bahwa islam adalah rahmat bagi seluruh manusia, entah dia itu muslim ataupun non-muslim. Kejadian itu bermula ketika pemeluk Islam tumbuh secara cepat di Madinah dan selama 10 tahun pergi dari tanah kelahirannya, sehingga menumbuhkan kerinduan yang sangat mendalam untuk kembali menempati tanah kelahiran mereka, Makkah al-Mukarramah, sehingga Nabi beserta ummatnya melakukan perjalanan secara besar-besaran menuju kota Makkah untuk merebut kembali kota Makkah. Ketika mereka berhasil memasuki kota Makkah, mereka meneriaki penduduk Makkah yang ketika itu masih setia menjadi penganut paganisme dengan teriakan yang membuat mereka sangat ketakutan, karena mereka kaum Muslimin ketika itu meneriakan “Alyaumu yaumul Malhamah”, hari ini adalah hari pembalasan[3]. Pasti siapapun akan merinding hebat ketika mendengar perkataan seperti itu di ucapkan oleh orang-orang yang dulu pernah mereka sakiti, aniyaya dan mereka hinakan, lebih-lebih lagi mereka datangnya dengan jumlah bilangan yang sangat banyak.
Ketegangan itu pun akhirnya mereda setelah nabi meneriakkan secara lantang “Al yaumu yaumul marhamah”[4] hari ini adalah hari kasih saying, bukan hari pembalasan  bahkan Rasulallah pun memberikan rasa aman di benak penduduk Makkah dengan pernyataanya:
من دخل دار أبي سفيان فهو آمن ومن أغلق عليه داره فهو آمن ومن دخل المسجد فهو آمن قال فتفرق الناس إلى دورهم وإلى المسجد[5]
Siapa saja yang masuk ke rumah Abu Sufyan akan aman, siapa saja yang menutup pintunya akan aman dan siapa saja yang mengunci pintu rumahnya akan aman, lalu masyarakat pun saling bergegas menuju rumahnya masing-masing dan masjid. Inilah salah satu bukti yang sangat otentik, yang sangat nyata yang menjadi dasar bahwa Islam adalah agama yang berdiri kokoh di atas dasar Rahmatal lilalamin.
Namun dasar Rahmatal lilalamin yang sudah sangat lama melekat dengan Islam, secara perlahan mulai menjauhkan dirinya, semenjak merebaknya kasus kekerasan yang selalu mengatasnamakan Agama, lebih-lebih khususnya Agama Islam. Tepatnya setelah pembajakan pesawat yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 yang kemudian ditabrakkan ke gedung WTC (World Trade center) yang menjadi pusat perdagangan Amerika. Kejadian inipun menjadikan kemarahan Amerika memuncak sehingga secara spontan George W Bush menelorkan konspirasi baru dengan [6]menjadikan Islam sebagai Kambing hitam, khususnya al-Qaeda, organisasi Islam garis keras yang di Motori oleh Osama bin Laden[7].
Stigma buruk yang diltempellkan oleh Bush terhadap Islam, menjadikan masyarakat dunia menjaga jarak dengan Islam, karena Islam di mata mereka adalah sekumpulan pemeluk Agama yang menjadikan peperangan sebagai ajaran resmi agamanya, hanya karena alasan untuk menyebarkan pengaruh dan nilai-nilai keagamaanya, atau istilah lainya agama yang sangat mencintai kekerasan (Violence). Hal ini diperkuat lagi oleh pernyataan-pernyataan orientalis yang menempatkan Islam sebagai Agama Pedang[8].
Stigma-stigma seperti ini justru sangat menyudutkan Islam, nilai-nilai Rahmatal lilalamin yang semenjak awal kelahiran Islam sudah di jadikan dasar bagi setiap kegiatan Nabi, secara sepintas hilang dengan kejadian-kejadian yang sebenarnya bukan bersal dari ajaran-ajaran Islam. Generalisasi pemahaman yang secara sepihak di lekatkan kepada Islam secara menyeluruh inilah yang menjadikan wajah Islam berubah mengerikan, toh padahal radikalisme, ekstrimisme, Fundamentalisme yang selalu di jadikan kartu truf untuk menyerang islam itu hanyalah prototype pemikiran yang hanya di usung oleh sebagian kecil pemeluk Islam saja, dan sangat tidak mungkin ketika seluruh Ummat Islam di samakan dengan kelompok sekecil itu.
Salah satu ungkapan orientalis yang sangat provokatif adalah seperti ungkapannya Greet Wilder, Orientalis berkebangsaan belanda yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah Sumber dari Terorisme dan wajib di larang. Ungkapan terorisme inilah yang secara tidak langsung ikut mengukuhkan bahwa Islam adalah agama perang[9].
Cara pandang barat inilah yang selalu memberikan citra buruk Islam di mata Dunia, barat lagi-lagi berpandangan bahwa pergumulan Islam selalu di dasari dengan kekerasan, dan mereka mencoba untuk men-singkronkan-nya dengan term Jihad yang sangat melekat sekali dengan Islam, karena bagi mereka Jihad adalah  semacam ideologi yang hanya memiliki arti atau cara pandang yang selalu ingin membumihanguskan seluruh aliran ideologi atau pemikiran yang berbeda dengan ajaran-ajaranya.
Perbedaan makna terhadap term Jihad ini mulai muncul kembali setelah Hasan al-banna menulis Risalatul Jihadnya, karena menurut hasan al-banna Jihad merupakan sebuah kewajiban bagi setiap individu untuk mempertahankan Agamanya. Adapun sebelum masa hasan al-Banna ini, perbedaan dalam memaknai konsep Jihad belum terlalu banyak di perbincangkan.
Pengertian konsep jihad yang dilontarkan hasan al-Banna inilah yang nantinya memicu lahirnya aliran-aliran keras atau radikal yang mengatasnakan Islam dalam menghancurkan lawan-lawanya, salah satunya adalah Osama ben Laden, tokoh al-Qaeda yang pernah dididik oleh Muhammad Qutb, adik dari Sayid Qutb pendiri Ikhwanul muslimin.
Sejatinya pengertian Jihad sendiri masih belum menemukan kesepakatan. Jihad secara bahasa sendiri adalah kesungguhan atau kekuatan, sedangkan secara Isstilah mengerahkan segala kemampuan yang ada atau atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebathilan dan kejelekan dengan mengharapkan ridha Allah[10].
Dan pada prinsipnya sebagian orang muslim mendefinisikan Jihad adalah dengan mengengkat senjata melawan orang-orang kafir, sehingga terbentuk pola pemikiran yang saklek yang selalu menghinggapi otak mereka “ I’ys Kariman Au Mut Syahidan” Hiduplah yang mulya atau mati syahidlah, karena merekapun bersandarkan terhadap ayat al-Qur’an
إنما المؤمنون الذين أمنوا بالله ورسوله ثم لن يرتابوا وجاهدوا بأموالهم وأنفسهم في سبيل لله أؤلئك هم الصادقون.
Sementara disisi lain, ada sebagian orang yang berpikir bahwa jihad terbesar (Jihad Akbar) adalah jihad melawan  hawa nafsu. Seperti sabda Nabi:
رجعنا من الجهاد الأصغر إلي جهاد الأكبر وهو جهاد النفس
Kita kembali dari jihad yang kecil, menuju jihad yang sangat besar yaitu jihad melawan hawa nafsu.
Mengartikan jihad dengan pola pengertian pertama “iys kariman au mut syahidan” inilah yang menjadikan para pemikirnya menjadi berfikir radikal, sehingga barat menjadikan mereka sebagai protipe Islam secara keseluruhan. Namun sebenarnya apakah pengertian jihad yang sering di identikan dengan mengangkat sejata itu masih layak untuk di elaborasikan di zaman sekarang, untuk melawan setiap lawan-lawanya? Atau ada klasifikasi khusus yang secara ketat, sehingga Jihad bisa, bahkan boleh di artikan dengan usaha untuk menghancurkan musuh-musuhnya[11].
Dari model Interpretasi terhadap makna Jihad ini kita bisa melihat ada dua kubu yang saling berseberangan, ada yang mengartikan Jihad dengan pengertian yang saklek, tanpa mengkontekstualisasikan dengan unsur-unsur lainnya yang sangat berkaitan serat secara social, dan kita kenal kubu ini, sebagai Islam garis keras atau Islam Radikal yang salah satunya di motori oleh Usama bin Laden dalam kitabnya “Kasyfus sitar wa wujubil idzhar”, atau ada juga ulama-ulama yang mencoba mengartikan jihad tidak secara saklek seperti yang di tafsiri ulama-ulama Radikal, mereka mengartikan jihad dengan setiap usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh dalam memperbaiki tatanan masyarakat, keluarga, lingkungan social dan yang terakhir kesungguhan melawan hawa nafsu, ulama ini pun di kenal dengan ulama moderat yang salah satunya di motori oleh Syekh Romadhon al-Buthi dala kitabnya “Al-Jihad kayfa nafhamuhu".

Oleh: Nizar Idris


[1] Aqiel, Said. “dalam Stadium general di STAINU Jakarta, tangal 25, desmber 2014”
[2] Muqsith Ghazali, Argument pluralism Agama (Depok:katakita, 2009)h. 23.
[3] Tim FKI Sejarah Atsar, Lentera Kegelapan, Sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW (Lirboyo: Pustaka Gerbang Lama: 2010)h. 200.
[4] Ibid, h. 201
[5] Al-hafidz ibni Hajar al-Asqalani , BulughulMaram(Dar Ibnu Hazam).
[7] Noorhadi hasan, lascar Jihad. Penerjemah Hairus salim (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2008)h. 50
[8] Ibid, h. 53.
[9] M.T. Misbah Yazdi, Perlukah Jihad (Jakarta :Al-Huda, 2006),h.134.
[10] Al-Jihad Fil Islam, Taufiq ali Wahbah (Al-Mamlakah Al-Suudiyah: Dar Liwa),h. 43.
[11] DR. Abdullah Azzam, Perang Jihad Di zaman Modern. Penerjemah H. Salim Basyaril (Yordania: Maktabah al-Manar, 1987M),h.187.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...