Langsung ke konten utama

Netizen NU Jawa Tengah Deklarasi Anti-Hoax



Pekalongan, Santrionline

Di tengah gencarnya berita-berita fitnah dan konten hoax di media sosial, Netizen Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah bergerak menyatukan barisan. Netizen NU Jawa Tengah, mengampanyekan bermedia sosial secara inspiratif dan berakhlakul karimah, dengan Deklarasi Damai Netizen NU, di Aula Gedung NU Pekalongan, Jateng, Ahad (8/1).

Hadir dalam Silaturahmi dan Kopdar Netizen NU Jateng, HA. Helmy Faisal Zaini (Sekjen PBNU), Arief Rohman (Wakil Bupati Blora), H. Bisri (FKB-DPR RI), Sukirman (Wakil Ketua DPRD Jateng), Hasan Chabibie (Pegiat Literasi), dan beberapa pegiat media sosial, di antaranya M. Rikza Chamami (Dosen UIN Walisongo Semarang), Sholahuddin Al-Ahmadi (GP Ansor Jateng), Abdullah Hamid (RMI PBNU), dan Munawir Aziz (LTN-PBNU).

Dalam agenda ini, didengungkan deklarasi damai Netizen NU Jateng, yang menyeru keaktifan warga Nahdliyyin untuk menyebarkan konten-konten inspiratif di media sosial. Deklarasi ini juga mendorong warga untuk memenuhi media sosial dengan berita, video dan grafis yang inspiratif, untuk melawan hoax.

Sekjen PBNU, Helmy Faisal Zaini mengungkapkan pentingnya bermedia sosial secara inspiratif. "Sekarang ini, dakwah menggunakan media sosial sangat penting untuk mengkampanyekan Islam ramah ala Nahdlatul Ulama," terang Helmy. PBNU menyelenggarakan Kopdar Netizem di beberapa kota untuk menyelaraskan dakwah di media sosial.

Hasan Chabibie, Pegiat Literasi dan praktisi pendidikan, menegaskan pentingnya gerakan Literasi Digital untuk komunitas pesantren. "Saat ini fenomena hoax sudah demikian membahayakan. Perlu gerakan sistematis untuk melawan hoax, dengan memilah konten-konten di media sosial sekaligus memproduksi konten inspiratif untuk dakwah media sosial," terang Hasan.

Komunitas pesantren dan warga Nahdliyyin perlu diaktifasi agar cerdas bermedia sosial. Sukirman, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, menegaskan pentingnya menggerakkan komunitas untuk berdakwah di media sosial.

"Media sosial cukup efektif untuk menggerakkan gagasan. Warga bisa langsung lapor kepada Presiden Jokowi dan Gubernur, atau pemimpin daerah lainnya, jika ada masalah mendesak di lingkungannya," jelas Sukirman.

Wakil Ketua DPRD Jateng ini juga mendorong pelatihan-pelatihan media sosial, agar warga NU dan komunitas pesantren mampu menggerakkan gagasan melalui media sosial. Tujuannya, agar warga Jateng cerdas bermedia dan mampu menenggelamkan hoax.

"Jawa Tengah harus menjadi contoh sebagai daerah bebas hoax dengan media sosial yang bervisi Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah," tegas Sukirman.

Dalam agenda ini, lebih dari 200 peserta hadir memenuhi lokasi kegiatan, yang datang dari berbagai kota di Jawa Tengah. Sebelumnya, peserta juga berpartisipasi dalam rangkaian Maulid Akbar di Kanzus Sholawat, yang diselenggarakan Jam'iyyah Thariqah yang diasuh Habib Luthfi bin Yahya. (Zulfa/Fathoni)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...