Langsung ke konten utama

Allahu akbar... KH. Said Aqil Siroj ketua PBNU mengislamkan dua orang Jepang

Dua warga berkebangsaan Jepang, Tatsunori Hoshi dan Ohnurkunjung ke kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Jumat (6/1). Pria dan wanita ini beriktikad masuk Islam melalui bimbingan Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj. Kiai Said pertama-tama menjelaskan bahwa Islam adalah agama membawa rahmat bagi seluruh alam. Islam tak hanya tentang iman tapi juga akhlak dan peradaban. “Islam itu mengasihi, anti-kekerasan,” paparnya yang kemudian diterjemahan ke dalam bahasa Jepang.
Doktor lulusan Universitas Ummul Qura Makkah ini lalu menuntun satu persatu dari mereka untuk melafalkan dua kalimat syahadat. Ohnuma Yoka yang sudah satu tahun tinggal di Indonesia menerjemahkan syahadat dengan bahasa Indonesia, sementara Tatsunori Hoshi dengan bahasa Jepang.
Setelah resmi masuk Islam, Kiai Said tak menghapus dua nama asli mereka kecuali dengan menambah nama Ali untuk Tatsunori Hoshi sehingga menjadi Ali Tatsunori Hoshi, dan nama Sholehah untuk Ohnuma Yoka sehingga menjadi Ohnuma Sholehah Yoka.
Ohnuma mengaku masuk Islam atas kesadaran sendiri. Ia tertarik dengan Islam yang menekankan persaudaraan dan kepedulian untuk sesama. “Selasa satu tahun saya tinggal di Indonesia, saya mengenal Islam sebagai agama yang peduli dengan fakir miskin,” tambah Ohnuma dengan logat Jepang yang kental.
Ohnuma Sholehah Yoka juga mengaku di Indonesia sedang bekerja di sebuah perusahaan internet. Sedangkan orang tuanya yang beragama Kristen tinggal di Jepang. “Orang tua saya tidak mempermasalahkan saya masuk Islam,” tuturnya.
Ohnuma berteman dengan Tatsunori sejak tahun lalu. Tatsunori bekerja di perusahaan milik Muhammad Suzuki Nobukazu, pengusaha Jepang yang ikut mendampingi dalam kesempatan ini. Suzuki juga masuk Islam melalui bimbingan PBNU pada 2015 lalu.
Hadir dalam kesempata itu Ketum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa, Bendara Umum PBNU Bina Suhendra, Wasekjen PBNU H Andi Najmi Fuaidi, serta Ketua PBNU Marsudi Syuhud dan Robikin Emhas.
#Nu online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...