Langsung ke konten utama

Al Habib KH Sa'id Aqil Siradj

*Al-Habib KH Sa'id Aqil Siradj*

Demak- santrionline.net Mungkin masih banyak yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, bahwa Ketua PBNU, Prof. Dr. KH Sa'id Aqil Siradj juga seorang "Habaib" alias keturunan (dzurriyah) Rasulullah saw. Ini nih silsilah lengkapnya supaya paham, kalau perlu dihafal, hehehe...

KH. Said Aqil Siradj bin KH Aqil bin KH Siradj bin KH Said (gedongan) bin KH Murtasim bin KH Nuruddin bin KH Ali bin Tubagus Ibrahim bin Abul Mufakhir (Majalengka) bin Sultan Maulana Mansur (Cikaduen) bin Sultan Maulana Yusuf (Banten) bin Sultan Maulana Hasanuddin bin Maulana Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) bin Abdullah bin Ali Nurul Alam Syeh Jumadil Kubro bin Jamaludin Akbar Khan bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik al-Muhajir (Nasrabad India) bin Alawi Ammil Faqih ( Hadrulmaut) bin Muhammad Shohib Mirbat Ali Kholi' Qosam bin Alawi atsani bin Muhammad Shohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa ArRumi bin Muhammad an Naqib bin Ali 'Uraidhi bin Ja'far as Shodiq bin Muhammad al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein As-Sibth bin Ali bin Abi Thalib wa Fathimah Az-Zahra Ra binti Sayyidina wa Maulana Rasulullah Muhammad SAW.

Nah, jelas kan, kalau garis nasab beliau ini sambung hingga ke Rasulullah saw. Bahkan, Kiai Sa'id juga keturunan para wali dan ulama top. Namun, seperti kebanyakan kiai dan ulama NU, banyak yang namanya tidak diberi "Habib". Bagi warga NU, guru harus dihormati, entah dia habib atau bukan, bergelar akademik tinggi atau tidak, setiap guru harus dihormati. Inilah akhlaq.

Jika di antara guru, kiai, gus, habib, ustadz terjadi ikhtilaf, warga NU yang awam mesti bersikap "mauquf" alias mendiamkan. Mereka paham bahwa di balik ikhtilaf mesti ada rahmat. Nah, rahmat inilah yang perlu dipetik hikmahnya. Paham kan?

Kalau belum, saya beri ilustrasi. Jika ada supir truk bertengkar dengan supir truk tentang mesin truk, maka tukang becak yang masih unyu-unyu, masih belajar bersurban dan bisanya teriak "Takbir", apalagi masih muallaf, maka lebih baik ngak usah ikut-ikutan!!! Apalagi, bergaya "keutem" (bahasa Ngalam) dan noro' bunte' (bahasa Arudam) ikut menghujat dan menstigma sesat, kafir, liberal, pro-asing, dls.

Jadi, mending belajar lagi dan banyak baca. Jika ada berita negatif, biasakan segera tabayyun (klarifikasi). Jangan lupa, check and recheck terus supaya tidak termakan hoax. Perlu diketahui, dari dulu Ketua PBNU terus digoyang dan difitnah, baik dari dalam maupun luar NU. Dulu Gus Dur, sekarang Kiai Sa'id. Tapi ingat, itu semua tidak menyurutkan warga Nahdliyyin dalam menghormati para ulama.

Akhlaq dan keyakinan warga NU ini demi menjaga keutuhan hidup berbangsa dan bernegara. Jadi, demi kepentingan yang lebih urgen, lebih besar dan lebih mulia. Bukan atas dasar nafsu dan kepentingan politik sesaat, apalagi untuk gagah-gagahan. Paham? Kalau masih belum, ya gak papa, la wong NU-nya masih perlu garisan supaya lurus. Atau, kalau belum ngerti ya mungkin karena terlalu lama di bumi datar. Sekali-sekali lihatlah lambang NU yang ada bumi bulatnya. ..

Read: Isa Anshori

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...