Langsung ke konten utama

Perjuangan Pengasuh Pondok untuk meraih gelar S2

Lombok, Santrionline~ Lombok tidak pernah kekurang pemuda-pemudi hebat di dalamnya. Ada-ada saja prestasi pemuda Lombok yang membuat kita bangga menjadi orang Lombok. Bagaimana tidak, mulai santri yang hoby nyanyi yang go internasional, penulis yang kerap menjuarai perlombaan karya tulis tingkat internasional, hingga pelukis yang kerap kali memamerkan buah karyanya di benua eropa.
Pada kesempatan kali ini kami ingin mengenalkan seorang pemuda bernama Kusuma Wardani yang berasal dari Puyung, Lombok Tengah.
Kapten Dani (Red; Sapaan akrabnya) menamatkan S1 nya di jurusan Olahraga, IKIP Mataram. Setelah itu Kapten dipercaya untuk menjadi Pengasuh di Ponpes YANMU, Praya. Selain menjadi seorang guru Olahraga di Ponpes tersebut, Kapten juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan makanan para santri pondok tersedia dengan baik, memeriksa ketersediaan air dalam talang air agar dapat digunakan mandi oleh santri di pagi hari, dll., intinya Kapten merupakan seorang pengasuh yang baik dan bertanggung jawab.
Setelah beberapa lama Kapten menjadi Pengasuh, Kapten memiliki keinginan untuk lanjut kuliah S2.
Bermodal Tekad dan Nekad serta restu semua pihak, berangkatlah Kapten menuju Pulau Jawa. Kala itu, Kapten berangkat bersama dua orang teman baiknya (Hasan dan Hery). Mereka berangkat menggunakan sepeda Motor. Mereka benar-benar nekat, bayangkan saja, mereka mengendarai sepeda motor dari Lombok menuju Jawa Tengah (Red; Semarang) tanpa henti. Di samping itu, hal yang membuat kami menggeleng-gelengkan kepada adalah, mereka sama sekali tidak pernah mengunjungi Pulau Jawa sebelumnya. Benar-benar nekat.
Tidak sampai di situ, sesampainya di semarang mereka disambut oleh cuaca mendung, dan mereka tidak memiliki kerabat di sana. Oleh sebab itu mereka memilih berteduh di Masjid Ulil Albab (red; Masjid Universitas Negeri Semarang).
Sialnya mereka salah lokasi. Seharusnya mereka menuju Kampus Pascasarjana UNNES di Bendan Ngisor, namun mereka malah menuju Kampus 1 Unnes di Sekaran, jaraknya sekitar 30 menit dari kampus pascasarjana kalau tidak macet.
Singkat cerita, akhirnya Kapten dan teman-temannya diterima kuliah S2. Kapten mengambil Jurusan S2 Pendidikan Olah Raga. Alhamdulillah….
Selanjutnya, hal yang dipikirkan oleh Kapten adalah masalah Biaya kuliah serta biaya hidupnya selama berada di Semarang. Jadi, semenjak Kapten dinyatakan diterima masuk kuliah, Kapten mulai mencari pekerjaan. Beberapa tempat Kapten kunjungi untuk melamar kerja.
Alhamdulillah ada sebuah Café/Restoran menerima Kapten kerja sebagai seorang steward (red; Sebagai Pencuci Piring). Tentu saja Kapten Menerimanya.
“Wah, cuci piring kak….? Berapa jam kerja kak….?” Ujar kami sedikit kepo.
“Delapan jam kerja sih, kalau masuk pagi berarti berangkat jam 8 pulang jam 5. Kalau masuk sore, berangkat jam 4, pulang jam 12 kadang jam 1 kalau lagi weeked”, ujar Kapten santai.
“Apa gak keteteran kak kuliahnya….?” Kami menanyakan dengan detail.
“Alhamdulillah teman kerja saya orangnya baik-baik. Kalau misalnya jam kerja dan kuliah tabrakan, Saya biasanya meminta tukeran sama mereka.” Jawab Kapten sembari meminum secangkir kopi di sebelah kanannya.

“Selanjutnya bagaimana kak, apa kakak menjadi steward selama 2 tahun kuliah di Semarang…..?” Tanya kami.
“Alhamdulillah, di tempat saya kerja sekarang (red; Korean Resto) Saya diberi kepercayaan untuk menghidangkan Pizza kepada para pengunjung.” Ujar Kapten.

“Wah.. Pizza kak…..Mau dung ditraktir pizza…” goda kami untuk menghangatkan suasana.
“Gampang itu” Ujar Kapten sambil tertawa.
“Oh iya kak. Sekarang kan kakak sudah lulus S2 nih. Selanjutnya kakak mau ngapain? Balik ke Lombok, atau jangan-jangan betah kerja di Semarang….?” Kami mencoba bertanya lebih dalam.
“Mengenai itu, jika Allah SWT meridhoi langkah saya, saya memiliki keinginan dan cita-cita untuk melanjutkan sekolah lagi.” Ujar Kapten penuh Harap.
“Wah semangat kak, kami pasti mendukung kakak. Semoga cita-cita kakak dapat terwujud.” Respon kami.
“Terakhir kak, pesan-pesan kakak pada kami yang saat ini sedang mengejar cita-cita”
“Jangan pernah menyerah. Untuk meraih cita-cita kita harus memperjuangkannya. Gengsi tidak akan pernah memperdekat cita-cita kita.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p