Langsung ke konten utama

Belajar Berbeda Dari Ibnu Rusyd Dan Imam Ghazali

Dewasa ini, perbedaan menjadi sesuatu yang sangat sensitif. Distorsi akan sebuah perbedaan pun mulai mengalami pelegalan untuk mencaci juga memaki terhadap pelaku sudut pandang yang berbeda dengan apa yang ada didalam kacamata pribadi. Ilmu yang seharusnya menjadi basic awal dalam menanggapi sebuah perbedaan pun kian lama semakin lenyap. Nampaknya kita perlu rileks sejenak untuk lebih tenang dalam menanggapi polemik tersebut, salah satunya dengan kita mem-flashback terhadap apa yang terjadi di waktu silam, dimana seorang Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengkritik pedas pemikiran-pemikiran filsafat yang pada saat itu telah masuk dalam frase menular di tengah-tengah masyarakat. Dengan karyanya yang berjudul "Tahafut Al-Falasifah" Imam Ghazali menuangkan kritikan tajamnya. Karya beliau yang satu ini pun membuat kalangan-kalangan filsofof pada saat itu terguncang. Dengan pendekatan yang rasional tidak meragukan Imam Ghazali membabat habis dalam mengkritik kerancuan pemikiran-pemikiran filsafat. Gesekan-gesekan silang sudut pandang pun tidak mampu dihindari pada kondisi tersebut. Singkat cerita - tulisan Imam Ghazali dalam karyanya tersebut pun dapat dianggap cukup berhasil untuk mementahkan sudutpandang yang beliau nilai berbeda terhadap apa yang beliau yakini. Hal ini tak lepas dari kecerdasaan Imam Ghazali dalam memahami apa yang beliau kritik dan juga tak lepas dari penyampaian rasional bil 'ilmi. Walau kondisi Imam Ghazali pada saat itu sudah terbilang cukup kesal, namun dalam karyanya tidak sama sekali ditemukan kalimat-kalimat yang berunsur emosional.

Kemudian, pasca gaungnya karya Imam Ghazali tersebut, dunia filsafat kembali dihebohkan dengan karya seorang Abu Ya’la Al Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad Ibnu Rusyd atau lebih dikenal dengan sebutan Averroes, yaitu "Tahafut Al-Tahafut". Bagaimana tidak, Ibnu Rusyd begitu berani melakukan apologi (pembelaan) dari apa yang di tuduhkan oleh seorang Al-Ghazali, yang mana beliau dianggap sebagai Hujjatul Islam. Tidak nanggung-nanggung, menurut Ibn Rusyd, bukan pemikiran filosof muslim yang rancu, melainkan pemikiran al-Ghazali sendiri lah yang dinilai oleh Ibnu Rusyd rancu. Seperti halnya Imam Ghazali dalam Tahafut Al-Falasifah, Ibnu Rusyd dalam Tahafut Al-Tahafut pun melakukan kritikan tajam kepada Iman Ghazali, salah satunya dengan sikap ketidak konsistenan Al-Ghazali didalam kitab Tahafut Al-Falasifah dengan kitab-kitab beliau lainnya dalam membahas kebangkitan jasmani dan rohani. Dan sekali lagi, karya Ibnu Rusyd ini pun cukup berhasil dalam memback-up kritikan Imam Ghazali 'tanpa' adanya kalimat-kalimat emosional penuh dengan kebencian.

Ini lah ketimpangan signifikan yang ditimbulkan dari sebuah 'perbedaan', dimana perbedaan dahulu dapat melahirkan karya-karya fenomenal seperti "Tahafut Al-Falasifah" (Kerancuan Filsafat) dan "Tahafut Al-Tahafut" (Rancunya Sebuah Kerancuan), namun dilain jaman, tepatnya sekarang, bahwa perbedaan tidak lagi melahirkan karya, akan tetapi melahirkan janin-janin kebencian. Perbedaan tak perlu disesalkan, karena ia akan selalu ada tanpa termakan jaman. Sikap selalu membeda-bedakan lah yang selalu menjadi sumber perpecahan. Kita beda ! Tapi kita sama !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...