Langsung ke konten utama

PRIHATIN INTOLERANSI DAN RADIKALISME, KONTRAS BERSAMA RMI NU JATIM GELAR PELARATIHAN HAM

Prihatin Intoleransi dan Radikalisme, KontraS bersama RMI NU Jatim Gelar Pelatihan HAM

Santrionline Surabaya - Indonesia telah meratifikasi begitu banyak aturan internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM), juga telah mensahkan banyak aturan perundangan yang berorientasi pada perlindungan HAM. Akan tetapi dalam prakteknya, penerapan HAM tampaknya belum banyak menunjukkan kemajuan, masih banyak kasus kejahatan HAM yang terabaikan, dan banyak kekerasan dan pelanggaran HAM tidak dapat dicegah. Muslim di Indonesia dengan kuantitas terbesar di dunia diharapkan mampu berkontribusi besar dalam penerapan HAM.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran HAM pada kaum muslimin, terlebih di lingkungan Madrasah 'Aliyah pada Pondok Pesantren, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya bersama Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahidul Islamiyah (PW RMI) NU Jawa Timur menginisiasi sebuah acara yang bertajuk Pelatihan Implementasi Modul Pembelajaran Hak Asasi Manusia untuk Guru Di Madrasah 'Aliyah. Pelatihan pembelajaran HAM tahap pertama ini dilaksanakan mulai tanggal 15 - 17 Nopember, di aula Pondok Pesantren As Salafy Al Fithrah, Kedinding Surabaya, dengan peserta sebanyak 22 guru Madrasah 'Aliyah pondok pesantren dari wilayah Pantura, Madura, dan Tapal Kuda Jawa Timur.

Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir menjelaskan, acara ini terselenggara, berangkat dari bentuk keprihatinan bersama antara pihaknya dan RMI NU Jatim, atas maraknya intoleransi, radikalisme, dan masih adanya pelanggaran HAM di Indonesia. "Kami ingin mendorong agar nilai-nilai HAM bisa dipahami betul oleh kalangan pesantren. Acara ini bukan hanya sekedar pelatihan biasa untuk para asatidz yang kami undang, tetapi juga merumuskan secara kolektif bagaimana modul pembelajaran HAM dan praksisnya yang ideal bagi santri Madrasah 'Aliyah di lingkungan pesantren", tandas Fatkhul Khoir pada Santrionline, Kamis 17/11/2016.

Materi-materi yang disampaikan dalam pelatihan antara lain mengenai hubungan erat antara HAM dan Islam, wacana gender menurut Islam, ulasan maqashid syariah tentang penghormatan HAM, peta pelanggaran HAM di dunia maya dan dunia nyata, dan sebagainya. "Kami mendatangkan pemateri dari kalangan akademisi, pengasuh pesantren, praktisi media, dan pegiat kampanye HAM. Terutama hadirnya KH.Husein Muhammad pengasuh Ponpes Daarut Tauhid-Cirebon, sebagai pemateri. Diskusi tematik oleh Kiai Husein mendapat respon yang sangat dinamis dari para peserta pelatihan", tutur Fatkhul Khoir, yang juga alumnus salah satu pesantren di Tuban ini.

Modul pembelajaran yang dirumuskan nantinya akan diterapkan dalam pengajaran untuk santri, disesuaikan dengan kultur masing-masing pesantren. "Harapan kami, agar pesantren lebih berdaya untuk ikut berkontribusi meneguhkan penghormatan terhadap toleransi sesama manusia atas keberagaman dalam masyarakat kita", tukas Fatkhul Khoir yang akrab dipanggil Djuir ini.

Di sisi lain, salah satu asatidz peserta pelatihan dari Ponpes Sunan Drajad-Lamongan, Sulthoni Irham Yasin, menyambut positif adanya acara ini. "Dalam tradisi pesantren kami, Abah Kiai pengasuh pondok (KH.Abdul Ghofur) memang selalu mengajarkan untuk menghargai nilai kebangsaan dan keberagaman dalam masyarakat. Tak heran, misi Islam rahmatan lil 'alamin yang selalu diajarkan pengasuh, sudah sangat sesuai dengan materi-materi yang disampaikan di pelatihan ini", ujar Ustadz Sulthoni.

Sekedar informasi, pelatihan ini diselenggarakan dalam dua tahap. Dimana tahap berikutnya direncanakan dilanjutkan sekitar bulan depan di Madiun, dengan peserta dari pengajar Madrasah 'Aliyah pondok pesantren di wilayah barat Jawa Timur.

(Reporter : Ahmad Zamroni Fauzan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...