Langsung ke konten utama

Menjadi Santri di Negeri Kincir.

Menjadi Santri di Negeri Kincir.

Oleh : Gus Romzi Ahmad

Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan asli indonesia, telah berhasil menunjukkan posisi strategisnya dalam mencetak insan akademis yang heterogen. Dalam hal ini pesantren bukan lagi hanya mencetak agamawan yang mantap, namun juga ilmuwan-ilmuwan hebat dalam bidang keilmuan lainnya.

Transformasi pendidikan pesantren, dari murni salaf menjadi modern atau semi modern, memberikan kesempatan para santri untuk turut serta berkompetisi dalam banyak kajian-kajian keilmuan diluar keilmuan Islam. Sebagaimana yang dikatakan Dr. Mastuki, penulis buku "Kebangkitan Santri Cendikia", bahwa era kebangkitan santri cendikia dapat diukur berdasarkan pada persebaran santri di perguruan tinggi. Saat ini adalah era dimana santri, sebagai representasi muslim-terdidik, bangkit meraih kejayaan.

Dalam tulisan berseri ini kami ingin mengenalkan para santri cendikia baru yang saat ini masih aktif belajar di beberapa perguruan tinggi di eropa.

Kita awali dari negeri kincir angin, Belanda.

Dito Alif Pratama. Pemuda asal Jakarta, yang menempuh pendidikan menengahnya di pondok pesantren Assalam Sukabumi. Sewaktu menempuh strata satu, ia memilih ilmu falak sebagai jurusannya. Kini, ia belajar di jurusan Peace, Trauma and Religion di Vrije Universiteit, Amsterdam.

Santri lain yang kebetulan ada di jurusan yang sama adalah M. Saiful Mujab. Ia merupakan alumnus PP Annur 2 Al Murtadlo, Malang, sebelum ia menyelesaikan studi strata satunya pada jurusan Tafsir Hadits.

Masih di seputaran VU, Amsterdam. Salah seorang santri Pondok Al-Itqon Bugen Semarang dan Pondok al-Bahroniyyah di pelosok Ngemplak, Mranggen, Demak, Nur Ahmad, sedang menyelesaikan magister sejarah disana. Kebetulan ketiga mahasiswa yang disebutkan ini merupakan alumni dari UIN Walisongo, Semarang.

Dari Amsterdam, kita jalan-jalan ke Belanda bagian selatan, Maastricht. Dua santri: M. Syifaul Muntafi (asal Nganjuk, Jawa Timur) dan Sabiqotul Husna, asal jogja, sedang melanjutkan studinya di Maastricht University, jurusan Psikologi.

Syifaul yang pernah nyantri di PP Al Falah ini mengambil konsentrasi Health and Social Psychology setelah ia merampungkan studi S1-nya di UIN Malang. Berbeda dengan Syifaul, Sabiq, yang pernah mondok di krapyak, PP almunawir jogja ini, memilih menekuni Neuropsychology di Maastricht University setelah sebelumnya ia mnyelesaikan sarjana psikologinya di UIN Sunan Kalijaga, Yogayakarta.

Kelima santri tersebut berkesempatan melanjutkan studi masternya di Belanda, dengan beasiswa dari MoRA RI.

Santri lain yang tercatat sedang menempuh studi di negara kincir angin adalah Ardhy Dinata Sitepu. Setelah menyelesaikan program sarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Hubungan Internasional sembari nyantri di Ma'had 'Aly UIN Syahid, pemuda asal medan ini berkesempatan mencicipi studi luar negeri berbekal beasiswa dari Stuned. Ardhy kini tercatat sebagai mahasiswa ISS Erasmus university Rotterdam, jurusan economic development.

Demikian profil singkat para santri cendikia yang sedang berjuang di Belanda. Kita doakan semoga mereka sukses dalam studinya dan segera pulang untuk kembali mengabdi pada tanah air. Bagaimana dengan negara lain? Tunggu tulisan selanjutnya ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...