Langsung ke konten utama

95 Persen Content Media Sosial adalah Sampah


President of Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Eko Maryadi, mendorong awak media dan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjadikan content media sosial sebagai bahan pemberitaan.

"Bisa saya katakan 95 persen content media sosial adalah sampah," kata Eko saat menjadi narasumber dalam Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Ambon, Maluku, Kamis (3/11) melalui siaran pers.

Eko menyebut content media sosial adalah informasi yang belum dapat dikategorikan sebagai berita, sehingga menyebarluaskannya dibutuhkan sebuah kehati-hatian. "Menjadi persoalan karena kebiasaan masyarakat kita begitu menerima broadcast di Whatsapp, menganggapnya menarik dan menyebarluaskan. Padahal itu informasi yang mentah yang belum terverifikasi kebenarannya," tegasnya.

Khusus kepada awak media, Eko meminta agar verifikasi ketat dilakukan ketika akan menjadikan content media sosial sebagai bahan pemberitaan.

"Chek dan rechek mutlak dilakukan secara ketat. Jangan karena alasan suka dan percaya yang mengirimkan orang tenar, kita (wartawan) langsung memberitakannya," tandas Eko. 

Dalam keterangannya mantan jurnalis di beberapa media asing tersebut juga mengatakan, pelaku terorisme terindikasi sengaja memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan paham yang diyakininya, karena tidak mampu melakukannya melalui media arus utama.

"Juga karena media sosial saat ini paling banyak diakses masyarakat, mengalahkan media massa pers. Nyaris semua masyarakat menggunakan gadget yang di dalamnya ada aplikasi sosial media. Sekali lagi, hati-hati menyikapi dan menyebarluaskan content yang ada di media sosial," jelas Eko.

Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme adalah salah satu metode Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi se-Indonesia. Satu metode lainnya adalah Visit Media, kunjungan dan diskusi dengan redaksi media massa pers. (Red: Abdullah Alawi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...