Langsung ke konten utama

Uwais al-Qarni Pingsan di Dekat Makam Rasulullah


Uwais al-Qarni, pemuda saleh asal Yaman, pernah kecewa berat saat jauh-jauh pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulullah ternyata tak membuahkan hasil. Ketika itu ia hanya bertemua dengan istri beliau, A’isyah radliyallâhu ‘anhâ karena Nabi sedang keluar ke medan pertempuran.

Uwais juga tak mungkin menunggu orang yang sangat dirindukannya itu berlama-lama lantaran di Yaman ia sedang meninggalkan sang ibunda yang renta dan sakit-sakitan. Uwais memang terkenal sebagai pemuda dengan pengabidan kepada orang tua yang luar biasa. Rasulullah sendiri memberi catatan khusus kepadanya dan menyebut Uwais sebagai “penghuni langit”.

(Baca: Kisah Uwais Al Qarni, Pemuda Istimewa di Mata Rasulullah)

Dalam kesempatan lain, pasca-wafatnya Nabi, ia pergi ke Madinah dalam suatu momen ibadah haji. Dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn karya Imam al-Ghazali, melalui cerita Abu Sulaiman, dikisahkan bahwa ketika Uwais sampai di pintu masjid Madinah, Uwais merima kabar bahwa di masjid tersebut Nabi dimakamkan. Seketika itu ia pinsan.

Saat siuman, Uwais berujar, “Keluarkan aku dari sini. Aku merasa tidak enak di negeri tempat bersemayamnya Rasulullah.”

Di sini Uwais kembali menunjukkan rasa cinta dan hormatnya kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam. Rasa tidak nyamannya, atau lebih tepatnya perasaan malu, muncul lantaran ia sesungguhnya tidak berkenan menginjak tanah suatu daerah yang di dalamnya terdapat jasad mulia Rasulullah. Uwais memosisikan Nabi yang sudah wafat selayak ketika beliau masih hidup.

Imam al-Ghazali di kitab yang sama lantas menjelaskan tentang adab berziarah ke makan Rasulullah. Al-Ghazali menggarisbawahi bahwa penghormatan yang setinggi-tingginya mesti ditunjukkan kala berziarah ke makam Rasulullah. Rasa ta'dhim peziarah mesti tampil sebagaimana saat ia menghadap pribadi mulia yang masih hidup, misalnya, dengan tidak sembarangan menyentuh atau mencium makam beliau.

Rasulullah, kata Imam al-Ghazali, mengetahui kedatangan para peziarah makamnya dan mendengar shalawat dan salam yang disampaikan kepada beliau. Sebuah hadits riwayat Nasa'i menjelaskan bahwa Allah mengutus malaikat yang bertugas menyampaikan salam kepada Nabi dari umatnya. (Mahbib)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...