Langsung ke konten utama

Habib Luthfi: Jangan Terprovokasi Pengganggu Stabilitas NKRI!


Rais ‘Amm Jam’iyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdiyah (Jatman) Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya menegaskan bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah dari penjajah tetapi karena wirid santri dan perjuangan para ulama serta pejuang lainnya.

Ia menyampaikan hal itu saat berceramah dalam peringatan Hari Santri Nasional di Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Selasa (25/10) malam lalu. Perjuangan tersebut, katanya, tanpa mengenal lelah selama ratusan tahun dengan mengorbankan harta benda bahkan nyawa.

Untuk itu, Habib berpesan agar pemuda NU jangan terprovokasi dengan isu-isu yang mengganggu stabilitas NKRI. Sebagai penerus kemerdekaan bangsa, pemuda harus terus kobarkan semangat perjuangan. Para pendahulu NU seperti Hadratusyaikh KH Hasyim Asya'ri, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, KH Abdul Abbas Djamil telah lama berjuang di medan juang. “Apa sekarang yang bisa kalian berikan untuk NKRI?” tanya habib kepada ribuan pengunjung.

Peringatan Hari Santri Nasional yang digelar IPNU-IPPNU dam Gerakan Pemuda Ansor Ketanggungan juga diisi dengan Festival Hadrah. Ketua Panitia Lomba Hadrah Ahmad Muzaki menjelasakan, lomba ini diikuti 15 peserta di halaman Masjid Jami Murni Desa Kubangjati, Kecamatan Ketanggungan, Brebes.

Sebagai juara 1 grup hadrah Pancasona dari ranting IPNU Kubangsari, juara 2 Al-Ikhsaniyatuniswah dari ranting IPPNU Padakaton, juara 3 dari ranting Nurul Fattah IPNU Cikeusal Kidul. Acara ini dimeriahkan grup hadrah Az-Zahir pimpinan Al Habib Ali Zainal Abidin As-segaf dari Kota Tegal.

Sementara penceramah lain Dr H Muhammad Abbas Fuad Hasyim MA dari Pesantren Buntet Cirebon mengajak para pemuda NU untuk terus memegang teguh Aqidah Ahlusunah wal jama'ah An-Nahdliyah yang sudah dianut para ulama NU. Jangan sampai terjerumus aliran-aliran yang tidak jelas. IPNU dan Ansor sebagai wadah pemuda NU diharap aktif bergerak melakukan kegiatan yang bisa menyentuh masyarakat. 

(Wasdiun/Mahbib)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...