Pada prinsipnya keberadaan agama Islam, atau mungkin juga agama lainnya seperti di Indonesia, dianut untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Individu penganut agama apa pun tidak dibenarkan, baik menurut agama yang dianutnya maupun akalnya menggunakan agamanya untuk segala hal yang dapat mengganggu dan menghalangi terwujudnya kemaslahatan umum tersebut.
Demikian dinyatakan Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin yang biasa dipanggil Gus Ishom, Kamis (29/9)menyikapi hubungan agama dengan negara yang kerap dipertentangkan dan dibenturkan oleh beberapa orang atau kelompok untuk kepentingan kekuasaanpolitik praktis. Paparan ini ditulis Gus Ishom di akun Facebook miliknya.
Gus Ishom berharap tidak ada lagi orang tau kelompok yang mempertentangkan secara diametral hubungan agama dan negara. Karena yang demikian itu selain akan menimbulkan disharmonisasi antar penganut umat seagama dan atau antar penganut agama, juga membuka peluang terjadinya disintegrasi bangsa.
"Sepatutnya setiap ajaran agama yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing penganutnya tidak dijadikan sebagai dalih untuk setiap hal yang bisa merusak hubungan kemanusiaan, apalagi untuk hal yang nyata-nyata membahayakan kemanusiaan," jelasnya.
Kebenaran universal yang diajarkan oleh setiap agama dan akal sehat siapa pun, menurutnya, tidak akan pernah membenarkan setiap diskriminasi dan tindakan kekerasan atas nama agama yang dianutnya. Lebih-lebih jika untuk memporak-porandakan negara sebagai "rumah besar bersama" setiap kaum beragama.
Dalam konteks Indonesia, lanjut Ulama muda ini, nasionalisme umat beragama perlu terus menerus digaungkan sebagaimana dipelopori oleh para kiai pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Sebab menurutnya, nasionalisme Indonesia itu selain melindungi kemajemukan yang diajarkan oleh Islam juga tidak bersifat menghalangi dan bahkan menjamin setiap warganya untuk mengamalkan ajaran agamanya.
"Yakni nasionalisme yang mengajarkan betapa pentingnya pengakuan atas kemajemukan, namun berupaya secara terus menerus agar berada dalam bingkai persatuan untuk secara bersama mewujudkan bangsa yang diliputi oleh kebaikan, keadilan dan kemakmuran atau baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur," tegasnya.
Bagaimanapun, Kiai kelahiran Pringsewu Lampung ini menggarisbawahi, negara ini adalah rumah bersama yang ketenangan warganya tidak boleh digaduhkan oleh egoisme salah seorangpun dari penghuninya, meskipun dengan alasan agama sebagaimana menuruti apa yang dipikirnya benar.
(Sumber: NU Online)
Komentar
Posting Komentar