Langsung ke konten utama

Pesantren: Ruh Pendidikan Sepanjang Hayat

Oleh: Fathoni Ahmad

Matahari tidak pernah berhenti menyinari alam semesta meskipun mendung. Jika pun alam bergerak menggelap, itu hanya tertutup mendung dan awan. Namun pada hakikatnya, matahari tetap bersinar. Semangat ini tidak pernah pudar bagi Pendidikan Islam untuk selalu menyinari dunia dengan mencetak manusia berakhlak mulia nan cerdas dari generasi ke generasi.

Pendidikan Islam berupaya mengangkat perjuangan para santri dan siswa madrasah untuk selalu memumpuk mimpi agar terus bersinar meskipun berbagai hambatan kerap kali datang. Ini membuktikan, selain memiliki kecerdasan akal dan nurani, generasi pendidikan Islam juga mempunyai mental kokoh untuk bergelut dengan perubahan zaman yang makin tak terbendung kemajuannya.

Potensi yang ada pada diri setiap santri dan siswa madrasah harus mampu menyinari diri di setiap usaha yang dibangun sehingga mimpi dapat mudah terwujud. Dalam hal ini, filosofi matahari yang tak pernah berhenti bersinar harus menjadi palu godam ampuh bagi generasi pendidikan Islam untuk meraih mimpi dan cita-cita setinggi langit demi mengabdi pada negeri.

Historisitas bangsa Indonesia tidak terlepas dari jasa menawan para generasi pendidikan Islam, terutama pesantren. Karena lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia ini terbukti mampu mencetak tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, sebut saja Pangeran Diponegoro, RA Kartini, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Abdul Wahid Hasyim, HOS Tjokroaminoto, Buya Hamka hingga tokoh fenomenal KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur.

Tokoh-tokoh tersebut tidak hanya para pemikir, tetapi juga penggerak perubahan di tengah masyarakat. Pandangan mereka mampu menembus batas tebalnya zaman yang kerap tidak pernah terpikirkan oleh orang pada umumnya. Di titik inilah membumikan mimpi mempunyai peran penting untuk mengikuti jejak parafounding fathersdalam menuntun zaman ke arah yang lebih harmonis sekaligus humanis.

Para tokoh pendidikan Islam tidak hanya menginspirasi perjuangan para anak bangsa untuk meraih mimpi, tetapi juga menunjukkan bahwa pemerintah turut memiliki peran besar melalui berbagai layanan pendidikan dalam bentuk beasiswa yang dapat diakses oleh anak-anak negeri hingga meraih pendidikan setinggi-tingginya. Fasilitas pemerintah ini membutuhkan kerja kerasdan cerdas dari para generasi muda untuk bisa mengaksesnya.

Cukuplah para pejuang dan generasi emas yang lahir dari pendidikan Islam dapat membumikan mimpi anak bangsa.Modal berharga yang amat dibutuhkan untuk membumikan mimpi tidaklah mudah, namun juga tidak sulit. Karena semangat dan kemauan yang tinggi untuk maju sangat diperlukan oleh generasi muda dalam rangka menyinari potensi menjadi kebanggaan negeri.

Pesantren:life long education

Pola pendidikan pesantren tidak terbatas waktu, karena ia memahami sekaligus menerapkan prinsip thuluz zaman (berkelanjutan). Dalam teori pendidikan modern, konsep ini dikenal dengan pendidikan sepanjang hayat (life long education). Konsep ini mempunyai makna bahwa pendidikan tidak sebatas yang ada di kelas, memahami materi pelajaran, dan mampu melahap soal-soal ujian.

Namun, pendidikan sepanjang hayat membuat anak didik tidak pernah berhenti belajar di mana pun ia berada dan kapan pun dia melihat peristiwa sebagai dasar pembangun rasionalitas-ilmiahnya. Anak didik mungkin dengan gampang memahami bahwa satu ditambah satu sama dengan dua. Tetapi, apakah mereka mengerti makna dari perhitungan ilmiah tersebut? Bagaimana guru atau pendidik agar fakta ilmiah tersebut bermakna (meaningful) bagi peserta didik?

Di titik itulah rasionalitas ilmiah harus dibangun dengan moral kokoh melalui pendidikan bermakna. Mereka harus dipahamkan bahwa dua merupakan hasil dari penjumlahan satu ditambah satu, tidak kurang atau pun lebih. Artinya, generasi bangsa perlu dididik kejujuran sehingga tidak mudah terpengaruh perilaku korup yang sering menambah atau mengurangi jumlah. Tentu ini karakter sederhana yang perlu terus menerus dievaluasi kepada anak didik, meskipun pada praktiknya banyak pendidik yang menemukan kesusahan.

Lalu, apa korelasinya dengan prinsipthuluz zaman-nya pesantren? Penulis ingin menyampaikan bahwa pendidikan pesantren tidak sebatas memahami kitab dan berbagai literatur klasik, tetapi juga mampu memberi makna dan mempraktikannya di tengah kehidupan masyarakat yangplural. Dalam hal ini, pesantren sering kali disebut sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang mampu mendidik santri akan keberagaman bangsanya sehingga muncul sikap toleransi tinggi dan nasionalisme yang kokoh.

Pesantren juga tidak memposisikan dirinya sebagai lembaga pendidikan menara gading, artinya tertutup bagi masyarakat dan jauh dari hiruk-pikuk kehidupan mereka. Pesantren membangun koloni dengan tradisi dan budaya masyarakat, tidak soliter sehingga lulusan pesantren tidak akan mudah tercerabut dari akar sosial masyarakatnya. Karakter ini diperlukan dalam dunia pembangunan karena sudah barang tentu lulusan pesantren akan dengan mudah membangun masyarakatnya sebab memiliki ikatan sosial yang kuat.

Itu bukti bahwa pendidikan pesantren mampu menciptakan generasi pembelajar sepanjang hayat sebagai buah dari konsep thuluz zaman.Belajar dari pesantren, dunia pendidikan Indonesia hendaknya tidak lepas dari akar tradisi dan budaya masyarakatnya.  Ini penting untuk mewujudkan generasi yang mampu memberikan solusi konkret terhadap setiap persoalan yang melilit masyarakat. Tidak dengan konsep dan teori yang terlalu mengawang-awang. Apalagi dengan ceramah kosong yang hanya berisi hujatan dan larangan terhadap tradisi dan budaya yang jelas-jelas menciptakan harmoni di tengah kehidupan masyarakat.

Pesantren dan pendidikan Islam pada umumnya memandang bahwa sasaran ilmu agama tidak lain adalah masyarakatsehingga pemahaman agama harusnya tidak bersifat tertutup (eksklusif) melainkan harus terbuka atau inklusif terhadap segala yang berkembang di tengah masyarakat. Eksklusivisme hanya akan membuat agama Islam sebagai rahmat dengan mudah akan tertolak oleh masyarakat. Sehingga alih-alih membuat masyarakat sadar akan limpahan rahmat Tuhannya, yang terjadi justru bersikap apatis terhadap agamanya. Ini poin penting agar lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi masa depan agar tidak menjauhkan diri dari akar sosial masyarakatnya.***

Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta.

(NU Online)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p