Langsung ke konten utama

Menjadi Munafik

Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita menyaksikan orang yang piawai memberikan nasihat namun yang bersangkutan sendiritak mau melakukannya. Atau orang yang selalu membicarakan tentang kebaikan namun tindakannya berkebalikan, maka kita akan menyebutnya munafik.

Dalam KBBI, munafik dimaknai sebagai berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya di hatinya tidak: suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua.

Belakangan ini di kalangan tertentu, munafik sepertinya justrumenjadi tren kalau tidak boleh dikatakan telah menjadi keharusan. Sebutlah di kalangan para politisi di negeri ini misalnya; berprilaku santun, berpenampilan religius, sepertinya memang sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Bahwa apakah yang bersangkutan santun dan religius pula dalam tindakan, adalah soal lain.

Bahkan, jika para politisi yang berprilaku tidak sesuai antara katadan perbuatannya melakukan tindakan yang tidak terpuji—dengan ukuran common sense—maka kita warga masyarakat diwajibkan untuk memandangnya berdasarkan azas praduga tidak bersalah.

Namun, tulisan singkat ini tidak akan membahas kemunafikan para politisi sebagaimana pemisalan di atas. Munafik yang dibahas di sini adalah munafik yang menurut Mbah Sholeh Darat Semarang dilakukan oleh orang-orang yang beribadah karena mereka telah disebut sebagai seorang muslim yang beriman

Petikan dari kitab Munjiyaat Mbah Sholeh Darat

Di dalam kitab Munjiyaat peninggalan Mbah Sholeh Darat Semarang, yang merupakan cuplikan dari kitab Ihya’ Uluwmuddin Imam Al-Ghazaliy, pada halaman 131 tertulis,“Ing sarehne dheweke wis den namani wong mukmin utawa wong Islam, dadi ngelakoni shalat limang waktu lan ngedhohi ngombe arak lan zina kerana arah manungsa bae. Tandane nalika ora ana manungsa terkadang gelem ninggal iku shalat utawa terkadang ngelakoni maksiyat, kerana asale atine durung ana nur lan hidayah maka mangkono iku wong munafik arane.”

(Karena seseorang telah disebut sebagai mukmin atau orang Islam, jadi melaksanakan shalat lima waktu dan menjauhi minuman yang memabukkan serta menghindari perzinaan hanya karena jika diketahui orang lain saja. Buktinya adalah ketika tidak ada orang lain yang memerhatikannya, terkadang ia sengaja meninggalkan shalat atau melakukan maksiat, karena di dalam hatinya belum mendapatkan cahaya dan hidayah. Maka yang demikian itu sebutannya adalah munafik).

Munafik yang demikian itu menurut Mbah Sholeh Darat adalah sebagaimana yang diisyarahkan oleh Alqur’an dalam surahAn-Nisa’(QS. 4) ayat ke-108,“Yastakhfuwna minannaasi wala yastakhfuwna minallaahi wahuwa ma’ahum.”

(Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka).

Berikut ini adalah terjemahan dan wanti-wanti Mbah Sholeh Darat terkait dengan penggalan QS. 4:108 tersebut.

“Utawi kelakuhane wong munafik kabeh iku nyamar saking manungsa nalikane ngelakoni maksiyat lan ora padha nyamar saking Allah ing haale Allah iku wus ngudaneni apa tingkah polahe. Tegese ora padha aneqadhaken lan ora padha wedi yen setuhune Allah iku wus ngudaneni. Dadi ana ghalibe wongawam kelakuhane olehe ngelakoniperintah lan olehe ngedhohi cegah iku kabeh cuma arah manungsa lan arah wedi saking manungsa. Maka ati-atiha sira!”

(Motif orang-orang munafik memang bisa disembunyikan dari pandangan mata manusia, namunsaat melakukan maksiat tidak mungkin dapat terlewat dari Allah, karena Allah maha mengetahui setiap gerak-geriknya. Artinya orang-orang munafik sesungguhnya tidak benar-benar beriman dan takut bahwa Allah senantiasa memperhatikan pergerakan lahir dan batinnya.

Jadi pada umumnya orang-orang munafik di dalam melaksanakan perintah dan menghindari larangan Allah itu hanyalah karenamanusia belaka. Maka berhati-hatilah kalian!).Wallaahu a’lamu bishshawaab.

(Sumber: Islami.co)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p