Langsung ke konten utama

Kisah Ummu Salamah: Istri Rasulullah, Perawi Hadis dan Saksi Pembunuhan Husain

Ummu Salamah adalah salah satu istri Rasulullah dan memiliki namaasli Hindun. Ia terlahir dari pasangan Hudzifah Abi Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi (seorang dermawan yang suka memberi bantuan bekal kepada musafir hingga mendapat julukan zad al-rakbi)  dan Atikah bin amir bin rabiah dari kalangan yang bagus nasabnya. Selain mendapat gelar Ummul mukminin, ia juga disebut al-Sayyidah, al-Muhajjibah,al-Thahirah.

Sosok yang memiliki paras cantik ini adalah termasuk sahabat wanita yang pertama kali hijrah ke Habasyah dan Madinah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia telah menikah dengan Abi Salamah bin abdul asad al-makhzumi, pria shaleh yang menjadi saudara Nabi  dan dikaruniai putra yang juga tergolong sahabat nabi, yaitu: Umar, Salamah, durrah dan Zainab.

Sebelum meninggal dan menjadi syuhada’ badar, Abu Salamah pernah berdoa: “Ya Allah setelah aku wafat, berikanlah rizqi Ummu Salamah seorang laki-laki yang lebih baik dariku, yang tidak pernah membuatnya sedih dan menyakitinya.”.

“Siapakah gerangan yang dimaksud Abu Salamah?”gumam Ummu Salamah setelah wafatnya suaminya itu.

Tak lama berselang setelah melaksanakan iddahnya, Ummu salamah dilamar oleh Abu Bakar, namun ia menolaknya. Umar pun datang untuk melamar pula, lagi-lagi Ummu Salamah menolaknya juga.

Kemudian Rasulullah  datang dan berbicara dengan Ummu Salamah bersekat hijab penghalang merekaberdua, lalu Rasulullah  melamarnya.

Ummu Salamah berkata: “Apa yang engkau inginkan dariku? aku hanyalah wanita tua, aku ibu dari anak-anak yatim, dan sangat pencemburu, sedangkan engkau memiliki banyak istri.”

Rasulullah  pun menjawab: “Sifat cemburu itu akan dihilangkan olehAllah, sedangkan masalah umur, maka aku yang lebih tua darimu, dan anak-anak yatimmu adalah tanggung jawab Allah dan RasulNya, maka Ummu Salamah pun memberikan izin Rasulullah  untuk menikahinya pada tahun 2 Hijriyyah di bulan Syawal.

Setelah menikah dengan Rasulullah Saw, otomatis ia memiliki waktu yang cukup banyak bersama beliau. Kesempatan emas ini dimanfaatkan benar oleh Ummu Salamah untuk merekam sabda-sabda Rasulullah  dan tindakan yang dilakukannya.

Ummu Salamah pun tergolong sahabat perempuan yang memiliki kiprah dalam periwayatan hadis yang luar biasa dan ahli di bidang fiqh. Tidak kurang dari 378 hadis Rasulullah  telah ia ajarkan kepada murid-muridnya seperti Said bin al-Musaiyyib, Mujahid, al-Sya’bi dan Nafi’ maula Ibnu Umar.

Saksi Pembunuhan Husain

Ummu Salamah adalah istri nabi yang terakhir meninggal dunia. Dia dianugrahkan berumur panjang, hingga ia menyaksikan pembunuhan Husain. Saat itu ia diam tak bisa berkata-kata karena marah, sampai membuatnya pingsan tak sadarkan diri. Perasaannya yang lembut membuatnya sedih sekali melihat kejadian itu.

Dia menangis dan Salma salah seorang tabiin perempuan menghampirinya untuk menanyakan keadaanya:

“Kenapa kamu menangis?”

“Aku bermimpi Rasulullah   namun kepala dan jenggotnya berdebu, lalu aku bertanya

“Apa yang terjadi ya Rasulullah Saw?”

“Sunggu aku telah menyaksikan pembunuhan Husain tadi.”

Ummu Salamah tahu benar betapa Rasulullah  sangat mencintai anak dan cucunya, karena suatu ketika turun ayat 33 surah al-Ahzab di rumahnya (Innama yuridu Allahu liyudzhiba ankum al-Rijza Ahlal baiti)Rasulullah  pun mengatakan bahwa Fathimah, Ali, Hasan dan Husain adalah ahlul baitku, kemudian Ummu Salamah pun berkata: “Wahai Rasulullah Saw, apakah aku juga termasuk ahlul baitmu?”

“Iya pasti, insya Allah,”jawab Rasulullah dan itu melegakan Ummu Salamah.

Tak lama setelah peristiwa pembantaian Husain, cucu Rasulullah  itu Ummu Salamah pun menyusul menghadap kehadirat Allah Swt juga. di usianya yang ke 90, tahun 61 H dan di makamkan di baqi  ketika masa khalifah Yazid bin muawiyyah’.

[]Annisa Nurul Hasanah,Peneliti Hadis di el-Bukhari Institute

(Islami.Co)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...