Langsung ke konten utama

Jangan Kalah Ilmu dengan Hadratus Syaikh Hasyim Asyari

Kyai Idris Kamali rahimahullah, adalah salah satu menantu Hadlrotus Syaikh Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau dikenal sebagai seorang alim yang menguasai banyak cabang ilmu keislaman. Diantara yang menonjol adalah beliau hapal isi kitab al-Muhadzdzab karya Imam al-Syairozi, yang tebalnya 2 jilid besar dan merupakan salah satu karya penting di dalam fiqih Mazhab Syafi'i. Mengenai hapalan Al-Qur'an, kekuatan hapalan beliautidak diragukan lagi. Setiap malam, menurut salah satu muridnya Kyai Abdul Hayyi Na'im, beliau selalu mengkhatamkan Al-Qur'an tanpa melihat mushaf. Sebagaimana kebiasaan para ulama, kealiman atau kepakaran seorang ulama itu selalu diikuti oleh sikap zuhud, wara', dan 'abid. Setiap hari beliau berpuasa tanpa putus, kecuali di hari raya dan tasyriq.

Yang menarik dari dawuh Kyai Idris Kamali, kepada para santrinya di Makkah, adalah:

"Kepada mertua kita harus hormat dan taat. Tapi, untuk urusan ilmu, kita tidak boleh kalah sama mertua."

Tentu, ucapan itu membuat terkejut para santrinya. Pasalnya, mertua beliau adalah Hadlrotus Syaikh Hasyim Asy'ari, pendiri NU dan ulama terpandang. Seorang santri bertanya keheranan:

"ngapunten Mbah Kyai, tapi khan mertua Mbah Kyai khan Hadlrotus Syaikh?"

Kyai Idris Kamali menjawab:

" Lho dalam soal ilmu, gak ada mertua. Ini khan ilmu, ada dasarnya".

Tentu, perbedaan ilmu menurut yang dimaksud Kyai Idris Kamali itu adalah yang dilandasi dengan adab. Bukan eyel-eyelan, ledek-ledekan, dan cengar cengiran yang ditunjukkan sebagian orang di FB ini.

Sumber riwayat: Kyai Ahmad Marwazie murid Kyai Idris Kamali selama di Makkah al-Mukarramah.

Oleh: Kyai Abdi Kurnia Djohan

(MusliModerat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...