Langsung ke konten utama

Hukum dan Hikmah Menikahi Janda

Hukum dan Hikmah Menikahi Janda

Assalamu'alaikum ustadz. Saat ini saya sedang dekat dengan seorang janda dan ada niat untuk menikahinya. Tapi saya masih bingung bagaimana ya hukum dan faedahnya menikahi janda yang diceraikan dan yang ditinggal mati suami atau yang sudah mempunyai anak? Terima kasih ustadz. Wassalamu'alaikum. (Deri, Cilegon Banten)<>

---Penanya yang baik hati, semoga selalu mendapatkan hidayah Allah swt. Dalam soal menikah memang pilihan terhadap gadis sebaiknya dikedepankan. Para gadis lebih fresh, tutur katanya lebih lembut kepada suami karena belum menikah sebelumnya,  lebih subur, dan lebih bisa menerima nafkah yang sedikit dari suami baik lahir maupun batin. Hal ini sebagaimana dipahami dari salah satu sabda Rasulullah saw berikut ini:

عَلَيْكُمْ بِالأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ--رواه البيهقي

“Hendaklah kalian menikah dengan gadis karena mereka lebih segar baunya, lebih banyak anaknya (subur), dan lebih rela dengan yang sedikit” (H.R. Baihaqi)

Kendati demikian tidak ada larangan untuk menikahi janda baik janda yang diceraikan atau ditinggal mati suaminya, mempunyai anak atau tidak. Sepanjang itu membawa kemaslahatan atau kebaikan maka tidak jadi persoalan sebagaiama dulu Rasulullah saw menikahi Ummu Salamah ra yang notebenenya memiliki anak dari suami terdahulu. Hal ini sebagaimana dikemukakan Imam an-Nawawi:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَتَزَوَّجَ مَنْ مَعَهَا وَلَدٌ مِنْ غَيْرِهِ لِغَيْرِ مَصْلَحَةٍ قَالَهُ الْمُتَوَلِّي وَإِنَّمَا قُيِّدَتْ لِغَيْرِ الْمَصْلَحَةِ لِأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ أُمَّ سَلَمَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا وَمَعَهَا وَلَدٌ أَبِي سَلَمَةِ رَضِي اللهُ عَنْهُمْ

“Dan disunnahkan tidak menikahi janda yang memiliki anak dari suami terdahulu “kecuali adanya kemaslahatan”. Dalam hal ini al-Mutawali mengatakan bahwa kesunnahan tidak menikahinya dibatasi dengan kalimat “kecuali ada kemaslahatan”. Hal ini karena Rasulullah saw dulu menikahi Ummu Salamah ra sedang ia memiliki anak dari hasil pernikahannya dengan Abi Salamah ra” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Raudlah ath-Thalibin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 7, h. 19)   

Bahkan pilihan terhadap janda itu bisa menjadi pilihan terbaik jika memang mengandung kemaslahan. Karena itu pilihan menikahi janda menjadi sunnah sepanjang membawa kemaslahatan adalah sunnah sebagaimana ditegaskan dalam pandangan madzhab Syafi’i dan Hanbali. (Wizarah al-Auqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, cet ke-2, juz, 41, h. 228)

Bahkan jika pilihan Anda menikahi janda yang beranak dan diniati dengan tulus untuk menolong janda tersebut dan memberikan kasih sayang kepada sang anak maka jelas hal ini mengandung kemaslahatan yang luar biasa. Dan kami yakin apa yang Anda lakukan akan mendapat pahala yang setimpal dari Allah swt. Saran kami pikirkan dengan matang jika Anda akan menikahi janda, jika ternyata membawa kebaikan maka menikahinya adalah yang terbaik. (Mahbub Ma’afi Ramdlan Fia Nuonline)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...