Langsung ke konten utama

Orang Tua Harus Jaga Komunikasi dengan Pesantren

Jombang, Santrionline - Tugas orang tua tidak semata mengantar sang buah hati ke madrasahmaupun pesantren. Yang juga harus dilakukan adalah menjaga silaturahim dan komunikasi dengan pemangku lembaga yang ada. Dengan demikian perkembangan sang anak akan terpantau dengan optimal."Jangan hanya datang ke pesantren atau madrasah saat awal mengantar, serta ketika sang anak akan boyong atau pulang," kata Nyai Hj Mundjidah Wahab, Jumat (22/7) petang. 

Pesan tersebut disampaikan Dewan Pembina Madrasah Aliyah Unggulan KH Abd Wahab Hasbulloh (MAU WH) Bahrul Ulum Tambakberas Jombang ini pada kegiatan silarrahim dengan para wali murid madrasah setempat.Bagi putri pahlawan nasional KH Abdul Wahab Chasbullah ini, tugas orang tua adalah melakukan komunikasi kepada guru, ustadz dan kiai baik di madrasah maupun pesantren. "Ini agar juga diketahui perkembangan serta prestasi sang anak," kata Wakil Bupati Jombang ini. Bila dirasakan ada perkembangan yang kurang diharapkan, maka sesegeramungkin hal tersebut disampaikan kepada yang bertugas, lanjutnya.Mundjidah juga mengingatkan perkembangan pergaulan anak muda zaman sekarang yang demikian mengkhawatirkan. "Di Jombang saja yang telah diapit pesantren besar dari empat penjuru serta ratusan pesantren, tingkat kriminalitas yang melibatkan pelajar juga demikian tinggi," terangnya.

Karenanya, mempercayakan perkembangan anak ke pesantren adalah pilihan tepat, meskipun tetap harus dijalin komunikasi yang intensif antara orang tua dan pesantren serta madrasah, lanjutnya.Ikhtiar yang juga dapat dilakukan orang tua adalah dengan senantiasa mendoakan buah hati. "Sempatkan usai shalat wajib untuk berkirim al-fatihah kepada setiap anak yang dimiliki agar senantiasa mendapat bimbingan dan dijaga Allah SWT," tandas Ketua PC Muslimat NU Jombang ini. Bahkan kalau ada orang tua yang sedang melaksanakan thawaf di baitullah juga bisa mengkhususkan doa kepada setiap anak pada setiap putaran mengelilingi kakbah tersebut, lanjutnya.Kegiatan diawali perkenalan dewan guru dan dialog dengan para wali murid.Sejumlah masukan disampaikan untuk dapat memacu prestasi dan terbentuknya karakter anak yang bercirikan pesantren.

(NUonline/ Irma Andriyana)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...