Langsung ke konten utama

Kiai Mas Subadar, Teguh Berprinsip Lugas Berpendapat

Santrionline - Siang itu pengurus harian syuriyah dan tanfidhiyah PBNU menggelar rapat di Lantai 5 Gedung PBNU, Jalan Kramt Raya 164, Jakarta. Forum yang dipimpinRais Aam PBNU Alharhum KH MA SahalMahfudh dan didampingi wakilnya KH AMustofa Bisri (Gus Mus) membahas persiapan perhelatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Koferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2012.Munas-Konbes yang bakal digelar di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat tersebut menyedot perhatian para kiai dan media. Forum tertinggi setelah muktamar ini membahas berbagai isu strategis, mulaidari merumuskan konsep negara menurut Aswaja, hingga mengaji ulang 40 klausul perundang-undangan negaradari kaca mata fiqih. 

Tema yang dirumuskan dalam rapat itu pun cukup gagah: “Kembali ke Khittah Indonesia 1945”.Di tengah suasana rapat syuriyah-tanfidziyah yang berat itu, Kiai Mas Subadar, Rais Syuriyah PBNU (periode 2010-2015) kala itu menyampaikan pertanyaan yang ia tujukan kepada panitia sarana-prasarana. Setelah mendengar paparan panitia bahwa sejumlah ruang kelas di kompleks Pondok Pesantren Kempek akan dibongkar untuk keperluan lokasi menginap peserta Munas, Kiai Subadar bertanya, “Bagaimana hukum membongkar bangunan pesantren yangmerupakan harta wakaf milik orang banyak?” Tentu ia lebih dari sekadar bertanya. Kiai Subadar seperti sedang mengingatkan tentang konsekuensi syariat bagi setiap tindakan, termasuk untuk kegiatan positif selayak Munas-Konbes NU. 

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Besuk, Pasuruan, Jawa Timur, tersebut tengah berpesan betapa kita mesti sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.Wafatnya Kiai Mas Subadar pada Sabtu (30/7) tadi malam sebelum purna tugas sebagai rais syuriyah PBNU periode 2015-2020 menyisakan duka dan kenangan yang mendalam bagi banyak kalangan: tentang sosok yang dikenal sangat teguh dan teliti dalam urusan fiqih. Di forum kiai, ia kerap ditunjuk sebagai juru bicara. 

Penguasaannya yang mendalam terhadap kajian fiqih klasik membuatnya sering dilibatkan dalam bahstul masail  NU.Kiai Subadar berkiprah di organisasi NU pada tahun 1967. Mula-mula ia aktif di IPNU, dua tahun kemudian namanya langsung mencuat sebagai ketua GP Anshor Pasuruan. Aktivitasnya di organisasi sempat terhenti setelah menikahi Aisyah pada tahun 1969. Baru pada sekitar tahun 1976, kembali terjun dalam kegiatan organisasi dan sekaligus mengemudikan kepemimpinan Pesantren Raudhotul Ulum. Pada tahun 1980, ia terpilih sebagai Rais Syuri’ah NU Cabang Pasuruan dan kemudian menjabat sebagai wakil rais syuriyah PWNU Jawa Timur.Kiai Mas Subadar lahir pada 1942 di sebuah desa Besuk, Kejayan, Pasuruan dari pasangan KH Subadar dan Hj Maimunah. Saat masih berusia tiga bulan, ayahandanya, KH Subadar, wafat.Kondisi yatim inilah yang menempanya menjadi pribadi yang mandiri dan tegar.Meski sang ayah tiada, ia tetap tumbuh dalam suasana pendidikan keluarga yang religius, termasuk dari kakak-kakaknya, seperti KH Ali Murtadlo dan KH Ahmad di Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan. 

Saat belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Kiai Mas Subadar termasuk santri yang tekun.Keakrabannya dengan kitab kuning, dunia santri, dan jasa-jasanya dalam membina masyarakat melalui pondok pesantren dan dan berbagai majelis menjadikannya sosok yang kharismatik dan disegani. Pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, Agustus 2015 lalu, Kiai Mas Subadar terpilih sebagai salah satu dari sembilan anggota Ahlul Hali wal Aqdi, semacam komiter terbatas yang berwenang menunjuk orang yang pantas mengemban amanah sebagai rais aam, pemimpin tertingi di NU.

(NUonline/ Irma Andriyana)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p