Langsung ke konten utama

Dari Melepas Rindu, Diskusi hingga Ngaji bareng Masyayih

Kudus, Santrionline - Perhelatan Silaturahim Nasional dan Ngaji Bareng Masyayih yang diadakan Madrasah Taswiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (23/7) berlangsung gayeng. Sedikitnya 2000 alumni berkumpul bersama pendiridan kiai Madrasah TBS, memenuhi halaman madrasah  yang meluber sampai Jalan KHTuraikhan Adjuri Kudus.Para alumni yang hadir dari penjuru daerah Kudus, Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Palembang, Bandung dan Surabaya tampak sangat antusias mengikuti acara perdana ini.Dengan memakai pakaian koko putih, sarungan, dan berpeci hitam, mereka tidak sekadar melepas kerinduan pada masa-masa sekolah bersama teman dan guru. Tetapi  juga bertukar pikiran menuangkan ide-ide segar melalui forum Focus Group Discusian (FGD) yang diadakan sore hari dengan bahasan penguatan nilai-nilai Aswaja, pemberdayaan ekonomi, jaringan alumni dan jaringan pengembangan media dakwah alumni.Malam harinya dilanjutkan mendengarkan mauidhah dan pencerahan dari sejarah perjalanan Madrasah TBS dan penguatan Aswaja dari para masyayih. Di antara masyayih yang hadir menyampaikan pencerahan dan mauidhah hasanah malam itu antara lain KH. Choirozyad Turaichan Adjhuri, KH. M. Ulil Albab Arwani, KH. Hasan Fauzi, KH. M. Arifin Fanani, dan KH. Musthofa ImronSeorang panitia A. Nafiul Haris mengaku bangga dengan antusiasme alumni menyukseskan pelaksanaan silatnas dalam rangka harlah ke-90 Madrasah TBS ini. Menurutnya, forum ini mampu menjalin kebersamaan dan silaturahim antara alumni dan guru."Yang lebih mengharukan, sebelum acara panitia kekurangan dana untuk membayar perlengkapan hingga puluhan juta. Kami lalu menawarkan lelang di hadapan alumni, tanpa berlama-lama mereka berkenan menutup semua kekurangan biaya kegiatan ini," tuturnya.Dalam FGD, lanjut Haris, para alumni yang tergabung dalam Ikatan Santri Abituren (Iksab) TBS menyepakati bahwa ajaran Aswaja harus dikawal."Karenanya santri TBS sebagai basis santri menara bertanggung jawab mengawal Aswaja," tandasnya.Sementara Masyayih TBS yang juga Rois Syuriah PCNU Kudus KH Ulil Albab Arwani dalam mauidhah hasanahnya mengajak para santri meresapi lebih mendalam pesona Al-Qur'an sebagai sumber dari segala ilmu, akhlak, petunjuk dalam seluruh sendi kehidupan."Santri harus membudayakan membacadan menulis sebagai upaya mengabdi kepada ilmu dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an," tandasnya.Usai pengajian, silatnas tersebut diakhiri dengan peluncuran website resmi santri /alumni TBS dengan alamatwww.santrimenara.com. Di samping itu juga meluncurkan buku santri membacazaman, percikan pemikiran kaum pesantren.

(NUonline/ Irma Andriyana)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...