Langsung ke konten utama

Kapan Kita Boleh Senang? Ini Jawaban Al-Qur'an!



Santrionline – Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia. Agama ini tidak menghalangi manusia untuk mencapai kesenangan, karena naluri alami manusia selalu mendambakan kesenangan dan kebahagiaan.
Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada kesenangan-kesenangan yang dilarang oleh Islam. Itupun karena kesenangan itu diletakkan bukan pada tempatnya. Seperti contoh-contoh yang dibawakan Al-Qur’an berikut ini :
1. Kesenangan sekelompok orang karena pengingkaran mereka kepada Rasulullah saw dengan tidak ikut berjihad.
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلاَفَ رَسُولِ اللّهِ
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang), merasa gembira dengan duduk-duduk diam setelah ditinggal Rasulullah.” (QS.at-Taubah:81)

2. Senang dengan kenikmatan dunia yang menjadikan manusia lupa dan lalai dengan akhirat.
وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Mereka bergembira dengan kehidupan dunia.” (QS.ar-Ra’d:26)

3. Senang dan bangga dengan memiliki harta dan kekayaan. Seperti yang dikatakan kepada Qorun (sang konglomerat yang sombong itu) dalam firman-Nya,
لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ
 “Janganlah engkau terlalu senang (bangga). Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.” (QS.al-Qashas:76)
4. Senang ketika ada saudaranya dari kalangan mukminin yang tertimpa kesulitan (seperti yang dilakukan oleh kaum munafiqin).
وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا
“Jika kalian tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya.” (QS.Ali Imran:120)

5. Senang dan bangga dengan ilmu yang dimilikinya.
فَرِحُوا بِمَا عِندَهُم مِّنَ الْعِلْمِ 
“Mereka merasa senang dengan ilmu yang ada pada mereka.” (QS.Ghafir:83)

6. Senang dan bangga atas amal yang mereka kerjakan. Dan senang ketika dipuji atas pekerjaan yang tidak mereka lakukan.
لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَواْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُواْ بِمَا لَمْ يَفْعَلُواْ فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang pedih.” (QS.Ali Imran:188)

Inilah beberapa ayat yang menceritakan tentang kesenangan yang bukan pada tempatnya, sehingga mendapat larangan dalam Islam. Dan Al-Qur’an pun mengecam orang-orang yang gembira bukan pada tempatnya.
ذَلِكُم بِمَا كُنتُمْ تَفْرَحُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنتُمْ تَمْرَحُونَ
“Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di bumi (tanpa) mengindahkan kebenaran dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan).” (QS.al-Ghafir:75)
Karena sebenarnya, kesenangan yang berada pada jalur yang benar (tidak melanggar ketentuan Allah) atau dalam rangka menyenangkan hati orang lain adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah swt.
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ
Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.” (QS.Yunus:58)
Semoga kita termasuk orang-orang yang bergembira di dunia hingga di akhirat nanti.

(Khazanahalquran.com/ Irma Andriyana)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p