Langsung ke konten utama

Inilah Pengertian Frase Lebih Baik Dari Seribu Bulan





Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pengasuh Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Bahwa di sepuluh akhir bulan Ramadhan ini banyak orang mengharapkan mendapatkan lailatul qadar. Biasanya mereka meningkatkan intensitas ibadah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dengan harapan mendapatkan lailatul qadar.

Namun yang ingin kami tanyakan adalah apa maksud lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan? Pertanyaan selanjutnya adalah amalan apa yang sekiranya dapat mempermudah atau mempercepat kita mendapapatkan lailatul qadar. Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Wahyu/Bandung)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Ada dua pertanyaan yang diajukan kepada kami. Pertama mengenai maksud dari malam lailatul qadar atau malam kemulian lebih baik dari seribu bulan. Kedua tentang amalan yang sekiranya dapat mempercepat kita mendapatkan lailatul qadar. Mengingat keterbatasan ruang dan waktu, maka kami akan menjawab pertanyaaan pertama terlebih dahulu. Sedang pertanyaan kedua insya Allah akan segera menyusul dalam edisi berikutnya.

Sebagaimana yang kita ketahui secara umum bahwa Al-Qur’an diturunkan pada lailatul qadar (Malam Kemulian). Dan ditegaskan pula bahwa lailatul qadar lebih baik baik dari seribu bulan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al-Qadar berikut ini.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)

Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada Malam Qadar (Malam Kemulian). Dan tahukah kamu, apa Malam Qadar itu? Malam Qadar itu lebih baik dari seribu bulan,” (QS Al-Qadr []: 1-3).

Maksud Al-Qur`an diturunkan pada Malam Qadar menurut Ibnu Abbas RA dan selainnya adalah diturunkan oleh Allah sekaligus (jumlatan wahidah) dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Baru kemudian setelah itu diturunkan kepada Rasulullah SAW secara selama kurang lebih dua puluh tiga tahun secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Demikian sebagaimana dikemukakan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya.

 قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَغَيْرُهُ: أَنْزَلَ اللهُ الْقُرْآنَ جُمْلَةً وَاحِدَةً مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ إِلَى بَيْتِ الْعِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ نُزِلَ مُفَصِّلًا بِحَسَبِ الْوَقَائِعِ فِي ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ سَنَةً عَلَى رَسُول ِاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya, “Menurut Ibnu Abbas ra dan yang lain Allah menurunkan Al-Qur`an sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia, kemudian Al-Qur`an diturukan kepada Rasulullah saw secara bertahap sesuai dengan kebutuhan realitas dalam rentang waktu dua puluh tiga tahun” (Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Riyadl-Daru Thayyibah, cet ke-2, 1420 H/1999 M, juz VIII, halaman 441).

Lantas, bagaimana dengan maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan sebagaimana dikemukakan dalam ayat di atas? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan mengacu kepada penjelasan para ahli tafsir.

Menurut mereka, Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan ialah amal kebajikan yang dikerjakan pada Malam Qadar lebih baik daripada amal kebajikan yang dilakukan selama seribu bulan yang di dalamnya tidak adalam Malam Qadar. Termasuk di dalamnya adalah ibadah puasa dan shalat tarawih, bersedekah dan ibadah-ibadah lainnya.

قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ: أَيْ العَمَلُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فيِ أَلْفِ شَهْرٍ لَيْسَ فِيهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

Artinya, “Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan adalah bahwa amal kebajikan di dalamnya lebih baik dari amal kebajikan selama seribu bulan yang di dalamnnya tidak ada Malam Qadar”. (Lihat Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Riyadl-Daru ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M, juz XX, halaman 131).

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Tingkatkan ibadah dan hindari hal-hal yang dapat mengurangi kesempuraan puasa. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.


NU online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...