Langsung ke konten utama

Cara Qadla Shalat Dengan Shalat Kifarat Jumat Akhir Ramadhan

Cara Qadla Shalat Dengan Shalat Kifarat  Jumat Akhir Ramadhan

Shalat kifarot atau kifarat adalah shalat yang dilaksanakan untuk menebus kewajiban shalat yang lupa atau tertinggal dilaksanakan. Kesempatan untuk mengerjakannya hanya satu kali dalam setahun saja, yaitu setelah shalat Maghrib pada hari Jum'at terakhir di bulan Ramadhan, Kamis, 30 Juni 2016.

Sabda Baginda Nabi Muhammad Saw: Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan shalat, tapi tidak dapat meghitung jumlahnya, maka sholatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rok'at dengan satu kali tasyahud akhir, tiap roka'at membaca surat Alfatihah 1 kali, surat al-Qodar 15 kali (Innaa anzalnaahu fii lailatilqodr dst), surat al-Fatihah 1 kali, surat al-Kautsar 15x.

Sahabat sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra berkata: Aku mendengar baginda Rosululloh bersabda, bahwa shalat tersebut sebagai kifarot/pengganti sholat 400 tahun. Menurut Sayyidina Ali, shalat kafarat tersebut sebagai kafarot 1000 tahun.

Maka bertanyalah sahabat: Umur manusia itu hanya 60-100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?Baginda Rosul Saw menjawab: untuk kedua orang tuanya, istrinya, anak-anaknya, sanak familinya, serta orang-orang sekeliling di lingkungnnya.

Niat shalat kafarat shalat adalah:

"Nawaitu Ushalli Kaffarotan Lima Faatani Minas Shalati Lillahi Ta'ala."

Setelah shalat, membaca istighfar 10 kali:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعِظِيْمِ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أتُبُوْا إِلَيْكَ

Membaca shalawat 100 kali:

اللَّهُمَّ  صَلِّّ عَلَى سَيِّدِنَا محمّد

Lalu do'a khusus di bawah ini dibaca 3 kali.

Do'a yang pertama:

Bacanya:
Alloohumma laa tanfa'uka tho'atii, walaa tadhurruka ma'shiyyatii, taqobbal minnii maa laa yan fa'uka, waghfirlii maa laa yadhurruka, yaa man idzaa wa'ada wa fii wa idzaa ta wa'ada tajaa wa za wa'afaa ighfirli 'abdin zhoolama nafsahu wa as'aluka, alloohumma innii a'uudzubika min bathril ghinaa wajahdil faqri, ilaahii kholaqtanii walam aku syai'un, warozaqtanii walam aku syai'an, wartakabtu alma'aashii fa innii mukiirullaka bidzunuubii. Fa in 'afauta 'annii, falaa yanqushu min mulkika syai'an, wa in adzdzabtanii falaa yaziidu fii sulthonika syai'an, ilaahii anta tajidu man tu'adzdzubuhu ghoirii, wa anaa laa ajidu man yarhamanii ghoiroka, faghfirlii maa bainii wabainaka, waghfirlii maa bainii wabaina kholqika, yaa arhamarroohimiin, wayaa rojaa'a saa iliin, wayaa amaanal khoo-ifiina irhamnii birohmatikal waasi'aati, anta arhamurroohimiin, yaa robbal 'aalamiin.

Do'a yang kedua:
Alloohummaghfir lilmu'miniina walmu'minaat, walmuslimiina walmuslimaat, wataabi'bainanaa wabainahum bilkhoiroti robbighfir war ham wa anta khoirur roohimiin, Washollalloohu 'alaa saiyyidinaa Muhammadin wa'alaa aalihi washohbihii wasallama tasliiman katsiiron. Aamiin.

Sampul Kitab A'lal Jawahir
Ulama Yaman Banyak yang Melaksanakan
Dalam kitab A’lal Jawahir disebutkan bahwa walau shalat kafarat ini masih dalam arus perdebatan para ulama, namun banyak ulama Yaman yang mengamalkan shalat yang disebut pula dengan shalat baro'ah (pembebasan) itu. Bahkan, sebagaimana dinukil oleh al-Nasyiri, shalat tersebut tidak banyak ditinggalkan kecuali oleh hanya sebagian kecil orang saja. (hlm. 98).

Dalam kitab tersebut dijelaskan lebih lanjut kalau shalat kafarat atau baro'ah itu adalah titik pelebur (muhitd) orang-orang berilmu tinggi dan juga ahli fatwa. Para ahli wara' (wira'i), yang dikenal menguasai ilmu lahir dan batin melaksanakan shalat kafarot tersebut sesuai daerah dimana mereka tinggal.

Manusia-manusia mulia yang melaksanakan shalat kafarat itu antara lain, -yang disebut dalam kitab,- adalah Syeikh Abu Bakar bin Salim, Al-Imam Al Allamah Ahmad bin Zain al-Habsyi, Habib Umar bin Zain, Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdlor, Habib Salim bin Hafidz bin Syeikh Abi Bakar bin Salim, Habib Abdullah bin Abdurrahman bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, dan lainnya dari kalangan ulama Yaman dan Hadramaut.

Perintah melaksanakan shalat juga datang dari Al Imam Al Hujjah al Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, yakni seorang ulama yang pernah disebut sebagai Allamah Ad-Dunya (paling alim seantero jagad) oleh Wali Qutub bernama Habib Abdullah al-Haddad.
---------------------------

Sumber keterangan:
1. Kitab Fa Firruu Ilallah
2. Kitab A'lal Jawahir
3. Kitab Majmu'atul Mubarokah susunan Syeikh Shodiq al-Qohhani
4. Al Imam Al Hafidz al Musnid Syeikh Abu Bakar bin Salim
5. Habib Qurays bin Qasim bin Ahmad Baharun
6. Habib Umar bin Hafidz
7. Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Pekalongan
8. Syeikh Muhammad Fathurrahman Thoyyib al-Garwany, dan para ulama pengamal shalat kifarat lainnya yang masih banyak jika disebutkan.

(Dutaislam/Abdul Wahab)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...