Langsung ke konten utama

Santri Harus Bisa Menjadi PAKU

 

Semasa kecilnya, saat Kiai Abdul Aziz Manshur di Lirboyo sering memperhatikan kakek sekaligus gurunya, KH. Abdul Karim atau Mbah Manaf
Dilihatnya sang kakek tidak pernah tidur di malam hari. Selesai memberikan pengajian kepada para santri, sang kakek selalu saja menghabiskan malamnya dengan shalat sunnah dan berdzikir hingga pagi. Jika pun tidur, sangat sebentar. Karena penasaran lalu Aziz kecil pun dengan polos bertanya kepada ibunya, Nyai Salamah, yang merupakan putri KH. Abdul Karim.

"Mak, Mbah iku nek mbengi kok gak tau turu to Mak? (Mak, Kakek kalau malam kok tidak pernah tidur)".

"Iyo Le, Mbahmu eling oleh titipan anake wong sak pirang-pirang. Gak wani turu nek durung ndongakno santri-santri. (Iya Nak, Kakekmu selalu ingat mendapat titipan anaknya orang banyak. Tidak berani tidur kalau belum mendoakan santri-santri)", jawab sang bunda.
Salah satu pesan Mbah sepuh kepada para santri ialah "santri harus bisa menjadi paku" maksudnya, ketika ia sudah sampai di rumah, masyarakat yang jumlahnya banyak pun tak serupa itu bisa disatukan olehnya. Ibarat rumah yang terdapat kayu untuk pondasi, kayu untuk atap, dan sebagainya. Begitupun PAKU, bermacam-macam sesuai kegunaannya.

Santri di tengah masyarakatnya ibarat paku untuk sebuah kesatuan bangunan.
Paku besar untuk peran besar, Paku kecil untuk solusi yang lebih rinci. Satu-persatunya tak diperbolehkan untuk saling sikut dan berebut. Tapi yang pasti, paku harus siap ditempa dan diuji agar dia bisa berguna. Dan setelah dia menunaikan kegunaannya, harus siap untuk tak nampak. Tenggelam dalam peran, tanpa harus memasyhurkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p