Langsung ke konten utama

Habib Kadzim as Saqqaf: Ibadah Sebagai Rasa Syukur




Allah SWT tidak menyuruh kepada hambanya, melainkan dalam suruhan itu ada kebaikan, dan tidak melarang kepada hamba-Nya, melainkan ada bahaya dalam larangan itu. Dalam setiap suruhan dan larangan-Nya, Allah ﷻ hanya inginkan yang terbaik untuk hambaNya. Jadi, bagaimanakah kita bersyukur kepada Allah ﷻ ?
Bagaimanakah kita ini untuk menampilkan syukur melalui ibadah kepada Allah ﷻ ? Bagaimana untuk beribadah kerana kita sukakan Allah, kerana bersyukur kepada Allah, kerana rasa rindu kepada Allah dan bukan semata-mata kerana kita takutkan ancaman Allah, takutkan hukuman Allah?
Kita ingin melakukan ibadah untuk menunjukkan rasa suka kita dan rasa syukur kepada Allah. Sehingga ibadah kita berubah menjadi kerana rindu, kerana syukur dan kerana cinta kita kepada Allah ﷻ, sepertinya ibadah Nabi Muhammad ﷺ, ibadah para anbiya’. Ibadah yang dibuat untuk mengagungkan Allah, kerana cintakan Allah dan kerana bersyukur pada Allah.
Perumpamaan yang mudah kepada minda untuk memahami hubungan kita dengan Allah adalah seumpama Raja yang mempunyai ramai pelayan.

-Pelayan jenis pertama melayan Raja kerana takut dihukum.

- Golongan pelayan kedua pula melayan Raja kerana mengharapkan balasan harta. Golongan ketiga pula melayan Raja dengan penuh keikhlasan dan tidak mengharapkan apa-apa. Daripada ketiga-tiga golongan ini, yang teristimewa ialah golongan yang ketiga, kerana layanannya bukan kerana takut, atau mengaharapkan sesuatu.
Jika dibandingkan dengan kita, golongan pertama adalah hamba yang lemah imannya, dan beribadah kerana takutkan neraka. Golongan kedua beribadah kerana mengharapkan balasan syurga.

- Ibadah golongan yang ketiga ialah ibadah hamba yang tidak mengharapkan apa-apa sepertinya ibadah para Anbiya’, para solihin, yang beribadah kerana mengagungkan Allah, kerana rasa cinta dan kerana rasa syukur kepada Allah ﷻ .
Oleh kerana itu, mari, kita perbanyakkan ibadah kita kepada Allah dengan mengangkat darjat ibadah itu kerana mengagungkan Allah, kerana rasa syukur dan cinta kepada Allah ﷻ. Kita bersyukur kepada Allah kerana Allah menjadikan kita umat Islam, dan sebahagian daripada umat Nabi Muhammad ﷺ. Kalau kita memperbanyakkan amalan baik, maka Allah akan memasukkan kita ke dalam golongan pilihan Allah.

(arifan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Hukum-Hukum Seputar Tunangan dalam Islam

Oleh: Moh Nasirul Haq, Santrionline - "Duhai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu membayar Mahar  maka menikahlah. karena sesungguhnya Hal itu lebih menjaga Pandangan    dan Kemaluan." (Al Hadits) Menikah merupakan sunnah nabi yang banyak didambakan oleh setiap orang. Sebab pahala orang yang menikah akan dilipat gandakan pada setiap ibadahnya. Nah, biasanya Setiap orang yang akan menikah terlebih dahulu melalui prosesi "khitbah" (pertunangan). Berikut ini merupakan beberapa hal dalam hukum islam berkaitan dengan tunangan yang saya baca dari buku karya DR Ali Ahmad Al Qulaisy Yaman. Pertanyaan    :  Apakah tunangan itu? Jawab        : Epistimologi tunangan "yaitu suatu proses dimana seorang pria mengajukan permohonan kepada pihak wanita yang di dambakan untuk menjadi calon istrinya kelak. Permohonan ini diutarakan pada si wanita ataupun keluarganya." Terkadang yang bersangkutan meminta sendiri atau juga ...