Langsung ke konten utama

Masyaallah, NU Ranting Ini Punya Program Tahajud Sekampung Tiap Malam

Masyaallah, NU Ranting Ini Punya Program Tahajud Sekampung Tiap Malam

Jepara.Santrionline– Anda boleh tidak percaya. Tapi ini benar-benar terjadi. Jumat wage (29/04/2016) menjelang subuh, ribuan warga NU Ranting Tengguli II, Bangsri, Jepara melakukan tahajud bersama. Mereka berkumpul di Masjid Baiturrahman Kemlokomanis, Tengguli.

Laki-laki, perempuan, tua, muda, anak-anak, hingga aparat desa kompak melaksanakan shalat tasbih berjama’ah 2 rakaat, dilanjutkan istighotsah, tahlilan dan jamaah shubuh. Bukan hanya malam itu saja. Gerakan shalat sunnah dan shubuh bersama dilakukan warga setiap dini hari.

Di desa itu, ada 11 mushalla yang tiap pukul 3 dini hari dipenuhi muslimin beribadah. Khusus Jumat kemarin, mereka berkumpul di masjid jami’ karena kedatangan Ketua PCNU Jepara KH Hayatun Nufus al-Hafidz bersama rombongan. Selain itu, KH Taufiqul Hakim, pengasuh pesantren Darul Falah Amtsilati Bangsri juga hadir untuk memberikan motivasi lebih.

Pemandangan itulah yang disebut “Perintis Qoryah Thoyyibah ala Ahlissunnah wal Jamaah (Aswaja).” Sebuah program yang menurut panitia tim H Hartono, dikatakan sebagai program unggulan NU Ranting Tengguli II untuk meningkatkan spiritualitas menuju desa yang beriman dan sejahtera.

Ada program unggulan lain yang sudah berjalan, yakni 1). Tahlilan serentak seluruh mushalla dan masjid desa tiap malam Jumat dan berjanjenan tiap malam Senin, 2). Gerakan mematikan televisi dari jam 6-7 malam, 3) jilbasisasi dan 4). Pemilihan 9 bintang keluarga teladan Qoryah Thoyyibah. “Tengguli II adalah satu-satunya ranting NU yang memiliki program unggulan tahajud 1000 umat,” papar Hartono.

Salah satu warga yang hadir, Ali Romadlon (46), menyatakan Qoryah Thoyyibah bisa berjalan di Tengguli karena karakter warganya yang kompak. Selain itu, lanjut Ali, program tersebut juga didukung seluruh pengurus NU, tokoh agama dan tokoh masyarakat sekitar.

“Semua yang datang ke masjid ini bukan undangan kok mas, tapi hanya mendengar pengumuman lisan dari imam mushalla, rapat RT serta informasi antar tetangga,” ujar Ali.

Saking banyaknya jama’ah, halaman masjid dipenuhi ibu-ibu dan anak-anak. Di dalam masjid, jamaah laki-laki berjubel karena sulit mendapatkan ruang walau sejengkal saja untuk berdiri. 10 kipas angin di atap masjid tak cukup mengatasi pengap.

Semua jendela dibuka lebar agar udara luar masuk bebas ke ruangan dalam masjid. Suasana pengap dini hari tetap bertahan hingga pagi karena jarak berdiri ketika shalat dengan atap hanya satu meter. “Melebihi idul fitri mas ramainya,” kata salah satu jamaah perempuan.

Keterangan beberapa jamaah kepada Duta Islam, gerakan spiritual itu sudah jalan sebulan lebih. Warga yang ikut tahajudan, harus sudah sampai ke mushalla terdekat pukul 03.00 malam. Paling lambat setengah jam sebelum jamaah subuh didirikan.

Untuk menjaga konsistensi, absensi diberlakukan oleh Tim Qoryah Thoyyibah. Namun sifatnya tidak kaku. Jika berhalangan sakit, akan tetap dicontreng hadir. Baik ikut subuhan di mushalla ataupun tidak. “Itu dianggap berhalangan,” tutur Hariyono, anggota Banser yang juga pengurus keamanan masjid Baiturrahim Tengguli II.

Daftar 9 Bintang Teladan
Yang menarik, pengurus NU Ranting Tengguli II, panitia program unggulan yang didukung warga itu belum dilantik sejak reformasi dua bulan lalu. Mereka baru akan dilantik PCNU Jepara pada 21 Mei 2016.

“Saat pelantikan nanti akan dibarengkan dengan pengajian dan selapanan NU Ranting sekecamatan Bangsri, wisuda TPQ dan pelantikan Tim Qoryah Thoyyibah sekaligus,” jelas H Hartono, panitia acara.

Tim Qoryah Thoyyibah resmi itulah yang nanti akan melanjutkan program unggulan keluarga teladan bintang Qoryah Thoyyibah sebagaimana pada malam itu diumumkan pertama kali oleh Nyai Munashiroh, Ketua Ikatan Daiyah Muda Bangsri (Ikdamuba).

Ada 9 keluarga yang diumumkan sebagai bintang, berikut nama dan alasan pemilihan:
1.Muhammad Farhan dan Ibu Suyati. Seorang tukang batu, imam mushalla Sabilul Ulum, guru ngaji dan juga da’i. Hidup di lingkungan yang minus agama, namun lima anaknya shalih semua dan berprestasi membanggakan. Dewi Asiyah, putri pertamanya adalah seorang yang hafal Al-Qur’an. Anak keduanya, Ahmad Sholeh, sarjana lulusan UGM Jogja. Hasan Basri, anak ketiganya kini sedang kuliah di IPB Bogor dengan beasiswa pemerintah serta berhasil menjadi Ketua Mahasiswa NU se Indonesia. Farhan dipilih karena pantang meninggalkan tahajud tiap malam.
2.Keluarga Fauzi dan Mudrikah. Tukang batu yang menjadi imam mushalla Miftahul Ulum. Ia juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan desa. Tiga anaknya shalih-shalihah. Ada yang hafal Al-Qur’an dan mondok di pesantren. Kunci sukses Fauzi adalah selalu tahajud tiap malam. 
3.Keluarga Khoiruddin dan Muslihatun. Tukang kayu yang mukim di dekat jurang dengan linkungan yang minus agama dan ekonomi namun anak pertamanya hafidzoh. Anak kedua mondok di Kajen, Tayu Pati, sedang menghafalkan Al-Quran juga. Kunci sukses Khoiruddin adalah mau hidup prihatin dan tahajud tiap malam.
4.Keluarga Ali Ahmadi dari dusun Palong, guru MI Tanwirus Syibyan, lulusan Mathaliul Falah Kajen, imam Masjid Baiturrahman Timur dan seorang dai. Kunci suksesnya adalah membaca Al-Quran tiap saat. Istrinya, Bu Katik, selalu pakai jilbab.
5.Keluarga Siswanto. Seorang tukang kayu bubut, ketua RT yang aktif menggerakkan warga, ringan tangan dan imam mushalla Darul Istiqomah.
6.Keluarga Asyhadi Syakir. Ia tukang las besi dusun Sogo, imam mushalla, ahli kitab kuning dan pakar bahtsul masail. Anaknya juga shalih-shalihah.
7.Keluarga Ahmad Faqih. Seorang tukang kayu, muaddzin Mushalla Miftahul Ulum, gemar membaca Al-Quran dan tahajud.
8.Keluarga Tas'an. Pekerjaannya tidak menentu. Ia muaddzin Masjid Baiturrahim, guru ngaji dan merbot masjid. Tiap jam 3 malam, dia rajin menyalakan tipe ngaji Al-Quran untuk membangunkan warga bertahajud.
9.Keluarga Nasrun. Tidak bekerja, alias serabutan. Kesehariannya jadi merbot Masjid Baiturrahman, sering membaca Al-Quran dan anaknya shaleh-shaleh.

Semua nama di atas mendapatkan bantuan sedekah dari KH Taufiqul Hakim berupa uang. Untuk urutan 9-4 mendapatkan Rp. 250 ribu. Sementara terbaik ketiga mendapatkan bantuan Rp. 500 ribu. Juara kedua diberikan sedekah Rp. 1 juta. Teladan bintang utama, Pak Farhan mendapatkan uang 1 juta dan kambing Qoryah Thoyyibah yang malam itu sudah ada di halaman depan masjid Baiturrahim.

Setelah penyerahan 9 bintang Qoryah Thoyyibah tersebut, jamaah mendengarkan sambutan dari KH Hayatun Abdullah al-Hafidz. Tegun dan terharu, Kiai Hayatun mengatakan bahwa program yang selama ini difasilitasi dan dimotivasi KH Taufiq Amtsilati dengan sumbangan 1000 jilbab dan 1000 Al-Qur’an kemarin itu, akan digetok-tular ke ranting-ranting NU lainnya.

“Saya akan berkoordinasi dengan Bupati Jepara agar program bagus ini tidak hanya ada di Kemlokomanis saja, agar Jepara menjadi Qoryatun Thoyyibatun lalu Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur,”

(Dutaislam.com/Abdul Wahab)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...