Langsung ke konten utama

Kisah Kembalinya Petinggi Jama'ah Islamiyah ke Pangkuan Ulama


Saya pernah bertanya kepada Dr. Najih Ibrahim tentang sebab utama berubahnya pola pikir beliau secara drastis. (Sebelumnya beliau merupakan salah satu tokoh berpengaruh di organisasi Jama'ah Islamiyah Mesir. Namun saat ini, beliau bergabung dalam barisan para ulama untuk menangkal segala bentuk hal berujung kepada perpecahan).
Lalu Dr. Najih Ibrahim menjawab:
Sebenarnya, yang membuat saya berubah pikiran secara drastis adalah sebuah buku kecil yang dikarang oleh Dr. Sa'id Ramadhan Al-Buthi. Kitab itu bernama Bathin al-Itsmi (باطن الاثم)
Saya mencoba untuk mengukur segala hal yang saya lakukan dengan buku kecil tersebut. Bagaimana pandangan Islam terhadap tindakan saya seperti memimpin sebuah gerakan, keyakinan yang kuat bahwa saya adalah simbol agama karena saya ingin berbuat demi kemajuan agama?
Dari buku kecil itu, Syekh Al-Buthi mengatakan:
Sebenarnya, hal yang paling keliru adalah ketika batin seseorang penuh dengan rasa kesombongan, meyakini bahwa dirinyalah yang benar, dan mengarahkan segala bentuk fenomena yang terjadi untuk pembenaran terhadap apa yang ia lakukan, dia lah yang dizalimi dan dialah pemangku kebenaran yang sesungguhnya.
Dari tulisan ini, saya pun mencoba untuk kembali introspeksi diri dan memperhatikan kembali segala hal yang saya lakukan selama bertahun-tahun. Apakah saya sudah berhasil? Sampai dimana semua tindakan saya yang bertahun-tahun saya lakukan? Sejauh mana Islam merasakan manfaat yang hakiki dari semua yang saya kerjakan? Sejauh mana saya memberikan manfaat dalam membangun negara?
Ataukah semua itu masih dalam proses dan proses hingga semuanya jatuh ke sumur kezaliman dan saling bertikai? Lalu setelah itu saya mengklaim bahwa Sayriat Islam berada di posisi saya?
-Kisah ini disampaikan oleh Syekh Usamah Sayyid Al-Azhari
SIlakan unduh buku tersebut di sini: http://bit.ly/1VOPNVA

(Fp.Suara Al-Azhar/arifan) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...