Langsung ke konten utama

Seminar Di UIN SGD Bandung : ISIS Ancam Keutuhan NKRI

Bandung.Santrionline-Munculnya Islamic State of Iraq and Sham/Syria (ISIS) adalah salah satu gerakan ekstremis yang mengatas-namakan Islam. Dampaknya, wajah Islam tampak hanya kemarahan dan kebiadaban. Di Indonesia, individu-individu yang berperan mewujudkan visi global ISIS adalah orang-orang yang tidak mengerti geopolitik Arab, khususnya Irak dan Suriah.

Hal itu didiskusikan dalam sebuah seminar sehari yang bertajuk "Mengantisipasi ISIS, Mencegah Kekerasan Atas Nama Agama". Seminar ini diadakan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, Senin 28/03/16)

Menurut salah satu pembicara, Dr.Setia Gumilar, Akademisi UIN SGD Bandung, gerakan ini getol menyuntikkan pemahamannya di Indonesia dengan  memanfaatkan jejaring sosial dan sejumlah situs. ISIS mengerti betul potensi Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar di dunia. Meskipun paham ISIS jelas mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi mereka tidak akan mudah merubah resistensi mayoritas muslim di Indonesia yang ber-ideologi Pancasila, serta memiliki semangat ukhuwah Islamiyah yang toleran dan inklusif. "Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kerukunan hidup antar atau internal umat beragama di Indonesia sangat penting, karena agama bagi masyarakat Indonesia adalah sistem acuan nilai (system of referenced values) yang menjadi dasar dalam bersikap dan bertindak bagi para pemeluknya", jelas Dekan Fakultas Adab UIN SGD ini.

Sedangkan pembicara lain, yang sekaligus peneliti dari Jaringan Kerukunan Antar Umat Beragama (JakaTarub), Wawan Gunawan, lebih memandang soal kekerasan beragama, yang direpresentasikan ISIS, dalam perspektif sosial budaya. Agama, kata Wawan, tidak bisa lepas dari lokalitas masyarakat pemeluknya. Di Indonesia, kata Wawan, agama malah menjadi perekat perdamaian, walau masih ada beberapa catatan kasus tentang ketegangan dan kekerasan sosial akibat sentimen agama. "Konflik sosial yang dipicu karena agama, menunjukkan dangkalnya pemahaman para pelaku kekerasan terhadap ajaran agamanya, dan hancur-leburnya ketaatan hukum oleh masyarakat", tukas Wawan dalam presentasinya.

Di sisi lain, perwakilan dari Departemen Dakwah dan Pembinaan Masyarakat MUI Jawa Barat, Dr.Ajid Thohir, mengkhawatirkan apabila fenomena kekerasan sosial yang berlatar belakang agama tidak segera diatasi, maka akan berdampak negatif terhadap ketahanan nasional serta keutuhan NKRI. "Ada peningkatan daya kritis umat, dibarengi dengan bebas masuknya ideologi baru yang bersifat transnasional. Implikasinya ketegangan sering muncul, sehingga diperlukan upaya sistematis berjangka panjang dan berkesinambungan. Kami lebih banyak bergerak mengutamakan pendekatan pembinaan secara ideologis kebangsaan", papar dosen yang juga menekuni studi sejarah ini.

Kegiatan seminar yang diadakan oleh Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) Tarbiyah ini dimaksudkan, untuk menumbuh-kembangkan pengertian, dan saling bantu antar kelompok Islam dalam hal mencegah ISIS berkembang di Indonesia. Termasuk pula untuk mencegah generasi muda masuk dalam kelompok ISIS baik dalam skala kecil maupun besar.
Antusiasme peserta dalam seminar ini cukup besar. Tergambar dari dinamisnya sesi tanya-jawab oleh sekitar 300 peserta, yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat, dan civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

(Reporter : Ridho)
(Editor : Zamroni)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p