Pernikahan seorang Santri: Serius tapi Lucu
Sekitar 35 tahun yang lalu saat saya nyantri di suatu pesantren di Bangkalan Madura, Kiyai saya berkisah tentang seorang santri yang sangat tekun mempelajari hadis dan ilmu hadis. Ia sangat teguh dalam berpegang terhadap keshahihan hadis. Kisah kiyai saya itu sebenarnya dimaksudkan sebagai motivasi terhadap santri-santrinya yang kurang serius mempelajari hadis dan ilmu hadis.
Al-Kisah
Pada suatu hari, seorang santri yang tekun mempelajari hadis dan ilmu hadis hendak menikah. Ia ingin mengamalkan hadis Nabi saw: An-Nikâhu sunnatî faman raghiba ‘an sunnatî falaysa minnî, artinya: “Menikah itu adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak menyukai sunnaku, maka ia bukan dari golonganku.”
Awalnya ia meneliti keshahihan itu juga bertanya pada gurunya. Kesimpulannya hadis itu shahih bahkan mutawatir. Sang santri pun menentukan hari untuk melangsungkan pernikahannya dengan calon istri pilihannya dan pilihan orang tuanya. Kemudian terjadilah pernikahan yang Islami.
Sang santri sangat bersemangat dengan hadis yang ia yakini keshahihannya, tanpa memperdulikan tradisi, situasi dan ocehan orang lain. Yang penting baginya menjalankan hadis dan sunnah Nabi saw.
Pada malam pertama pernikahannya, ia berkata dalam hatinya
" saya harus memulai hubunganku dengan istriku berdasarkan hadis dan sunnah Nabi saw. Saat akan mulai menggauli istrinya ia berkata dalam hatinya bahwa Rasulullah saw bersabda “Khayrul umûr awsathuhâ”, artinya: urusan yang terbaik itu adalah yang di tengah-tengah".
Ia mulai mengukur tubuh istrinya sesuai dengan bunyi hadis itu, lalu ia menggauli istrinya.
Ternyata, berkali-kali tidak berhasil masuk sebagaimana mestinya. Ia bergumam dalam hatinya:
"istriku benar-benar gadis.
Lalu ia berkata pada istrinya:
"Istriku sayang, kamu benar-benar gadis.".
Istrinya kemudian berbisik ke telinga suaminya:
" Mas, itu salah kurang ke bawah sedikit".
Mendendengar jawaban sang istri, Sang suami membalas bisikannya:
"Tidak, ini benar berdasarkan hadis Nabi saw: Yang di tengah-tengan itu urusan yang paling baik. Terjadilah diskusi antara dua pasangan penganten baru soal hadis dan hal yang faktual".
Karena semalam suntuh tak berhasil menggauli istrinya, maka esok pagi ia datang ke gurunya untuk mempertanyakan keshahihan hadis itu. Ia bertanya kepada gurunya:
"Kiyai, shahihkah hadis yang berbunyi: Khayrul umuri awsathuha?
"Shahih, mengapa? Jawab sang guru.
"Anu kyai, Tadi malam saya praktekkan hadis itu pada istri saya, tapi tidak berhasil.
Mendengar jawaban Santri , Sang guru tersenyum lalu menjawab:
"Oh, kalau dipraktekkan pada urusan yang itu, harus ditambah lagi satu jengkal ke bawah. Ujar Kyai.
Sang santri diam, kemudian pulang. Ala kulli hal, setelah mempraktekkan nasehat gurunya ia berhasil melakukan hubungan dengan istrinya.
Oleh :Syamsuri rifai
Editor :Abdul Wahab
Asslamu'alaikum Wr Wb.
BalasHapusIzin Share dan copas ya....
asli ngakak...