Langsung ke konten utama

NU Ormas Terbesar Di Indonesia Yang Patut Di Banggakan

Apa yang sulit bagi Nahdlatul Ulama sekarang ini dalam menguasai NKRI ?

Hampir tidak ada. Dengan umat yang diperkirakan berjumlah 50 juta orang ( bahkan ada yang mengatakan 80 juta ), NU bisa melakukan apa saja, termasuk makar.

Dalam bidang ekonomi, NU sangat mungkin merebut "pasar" MUI dalam mengeluarkan fatwa halal dan haram. MUI hanyalah sebuah organisasi saja, dan jika dibandingkan dengan organisasi NU bagaikan bumi dan langit.

Tetapi NU tidak melakukan itu. Mereka tidak mencari uang dengan cara2 seperti itu, padahal ketika mereka membentuk badan fatwa sertifikasi halal banyak yang akan beralih ke NU. Siapa yang melarang emangnya ? NU bisa saja berdalih bahwa ini khusus untuk umatnya. Dan ketika NU mau melakukan itu, habis sudah pendapatan MUI yang terbesar dan kering kerontanglah mereka spt unta kehausan di padang.

NU juga bisa saja membuat fatwa2 bahwa aliran A sesat, aliran B menyimpang dsb-nya. Dan berkillah lagi, ini untuk warga NU saja. Lalu siapa yg bisa melarang ? NU tidak begitu. Mereka membiarkan semua berjalan apa adanya, tidak takut akidah umatnya tergerus apalagi cuma dengan mie instan. Malah kalau ada non muslim yang membagi2kan mie instan, mereka akan dengan senang hati datang. Kapan lagi dapat gratisan ?

NU sebagai pembela NKRI, bisa saja membenturkan dirinya dengan HTI, Majeliss Mujahidin dan organisasi2 Islam gurem lainnya yang menguasai khilafah. GP Ansor dan Banser punya kemampuan untuk itu. Tapi untuk apa ? NU tetap berjalan pada koridor hukum dan undang2. Mereka melawan dengan cara yang sangat soft dan smart, membuat Islam Nusantara sebagai tandingan dari Islam Radikal yang diusung para pecinta khilafah.

Siapa yang bisa menjaga gereja2 dan perayaan hari besar umat non muslim, selain NU ? Tanpa ada NU, mungkin sudah banyak bom berletusan yang menjadikan gesekan besar antar umat beragama. Kita bisa seperti Suriah, Afghanistan dan Irak. Bahkan salah seorang anggotanya syahid ketika melindungi sebuah gereja dari bom.

NU-lah pelopor gerakan pluralisme dengan berdakwah, menunjukkan wajah Islam yang penuh rahmat di gereja2. Tidak ada rasa takut bahwa automurtad seperti propaganda bodoh yg terus dilancarkan. NU pula-lah yang menjaga budaya asli Islam Indonesia sehingga tidak terkontaminasi budaya arab.

Begitu kuat dan tenangnya NU bergerak, sehingga langkahnya terasa tidak terdengar. NU seperti singa yang tidak perlu mengaum, ketika dirasa tidak ada bahaya. Beda dengan anjing yang selalu menggonggong bahkan ketika orang sekedar lewat saja.

Karena itu temanku, kalau mau melihat bagaimana Islam di Indonesia, lihatlah NU ( dan Muhammadiyah ). Masih selamatnya kita di Indonesia ini tidak lepas dari besarnya peran mereka menjaga kita tetap utuh.

Jangan lihat yang organisasi2 gurem itu. Mereka harus teriak keras2 supaya diperhatikan NU.

Mereka berteriak, "kami umat Islam.." padahal mereka kecil saja. Mereka teriak, "kami mayoritas.." NU ketawa saja. Elu ? Mayoritas ? Emak lu robot...

Sayang, NU ga tertarik dengan teriakan2 minta perhatian  mereka. Bahkan cenderung menyindir2 kebodohan mereka dalam beragama dengan gaya yang masih santun, sarungan, kopiahan dan cangkrukan sambil ngudut dan ngopi.

Mari kita angkat secangkir kopi untuk NU. Mereka layak mendapatkan itu.

Oleh : Deny Siregar
Red :Abdul Wahab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p